Selasa, 13 November 2012

evaluasi hasil belajar


PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Evaluasi adalah sebuah istilah pembuatan penetapan tentang nilai yang menunjukkan sebuah rentang segala prosedur yang sistematis, yang digunakan untuk memperoleh informasi umum mengenai belajar siswa dan pembelajaran yang telah di lakukan oleh guru, baik menggunakan penelitian data dengan cara ( pengamatan, penganalisaan data ,penilaian penampilan atau proyek ) dan pembentukan nilai serta pertimbangan mengenai kemajuan belajar siswa untuk menentukan ketetapan atau keputusan alternative mengenai belajar siswa baik kwalitatif maupun kwantitatif sehingga dapat mengetahui mutu dan evektivitas atau nilai suatu program pembelajaran yang telah di lakukan atau penentu keputusan terhadap langkah pembelajaran yang akan datang.
Arikunto yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai. Kedua pendapat di atas secara implisit menyatakan bahwa evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas daripada pengukuran dan testing.
Menurut muhibbin syah Evaluasi adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam sebuah program. Adapun hasil menurut tim media dalam kamus lengkap bahasa indonesia adalah sesuatu yang didapat dari jerih payah.
Menurut Davies mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses untuk memberikan atau menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, maupun objek (Davies, 1981:3).
Evaluasi adalah suatu proses, yakni proses menentukan sampai berapa jauh kemampuan yang dapat dicapai oleh siswa dalam proses belajar mengajar.
Evaluasi hasil belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melaului interaksi dengan lingkungan.
Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya.
Erman (2003:2) menyatakan bahwa evaluasi pembelajaran juga dapat diartikan sebagai penentuan kesesuaian antara tampilan siswa dengan tujuan pembelajaran
Jadi menurut kelompok kami, evaluasi merupakan proses untuk menilai tingkat kemampuan siswa untuk mengetahui program yang direncanakan sudah tercapai atau belum.

B.     Tujuan Evaluasi
Tujuan evaluasi secara umum adalah:
1.      untuk mendapatkan data-data pembuktian tetang kemajuan siswa setelah mengikuti pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
2.      untuk mengetahui tingkat efektifitas metode yang digunakan guru dalam mengajar.
3.      Mendeskripsikan kemampuan belajar siswa.
4.      Mengetahui tingkat keberhasilan PBM
5.      Menentukan tindak lanjut hasil penilaian
6.      Memberikan pertanggung jawaban (accountability)

Tujuan evaluasi secara khusus adalah:
1.      Untuk memotivasi anak dalam belajar
2.      Untuk mencari faktor-faktor penyebab keberhasilan dan kegagalan siswa dalam mengikuti program Pendidikan.
Dirumuskan di dalam Kurikulum 1975 (Buku III B – tentang Pedoman Penilaian), dapat kita baca bahwa tujuan atau fungsi evaluasi belajar siswa di sekolah pada dasarnya dapat digolongkan kedalam 4 (empat) kategori yaitu:
1.    Untuk memberi umpan balik (feedback) kepada guru, sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan revisi program dan remidial program bagi siswa
2.    Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar masing-masing siswa, yang antara lain diperlukan untuk memberikan laporan kepada para orang tua siswa, penetapan kenaikkan kelas, dan penentuan lulus tidaknya siswa.
3.    Untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat (misalnya dalam penentuan jurusan) sesuai dengan tingkat kemampuan dan atau karakteristik lain yang dimiliki siswa.
4.    Untuk mengenal latar belakang (psikologi, pisik, dan lingkungan) siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar. Yang hasilnya dapat dipakai sebagai dasar untuk memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut.

C.    Prinsip-Prinsip Evaluasi
Prinsip diperlukan sebagai pemandu dalam kegiatan evaluasi. Oleh karena itu evaluasi dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini:
1.         Prinsip Kontinuitas (terus menerus/ berkesinambungan)Artinya bahwa evaluasi itu tidak hanya merupakan kegiatan ujian semester ataukenaikan saja, tetapi harus dilaksanakan secara terus menerus untuk mendapatkankepastian terhadap sesuatu yang diukur dalam kegiatan belajar mengajar danmendorong siswa untuk belajar mempersiapkan dirinya bagi kegiatan pendidikanselanjutnya.
2.         Prinsip Comprehensive (keseluruhan)Seluruh segi kepribadian murid, semua aspek tingkah laku, keterampilan,kerajinan adalah bagian-bagian yang ikut ditest, karena itu maka item-item test harus disusun sedemikian rupa sesuai dengan aspek tersebut (kognitif, afektif,psikomotorik)
3.         Prinsip Objektivitas Objektif di sini menyangkut bentuk dan penilaian hasil yaitu bahwa padapenilaian hasil tidak boleh memasukkan faktor-faktor subyektif, faktor perasaan,faktor hubungan antara pendidik dengan anak didik.
4.         Evaluasi harus menggunakan alat pengukur yang baik evaluasi yang baik tentunya menggunakan alat pengukur yang baik pula, alat pengukur yang valid.
5.         Evaluasi harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh kesungguhan itu akan kelihatan dari niat guru, minat yang diberikan dalam penyelenggaraan test, bahwa pelaksanaan evaluasi semata-mata untuk kemajuansi anak didik, dan juga kesungguhan itu diharapkan dari semua pihak yang terlibatdalam kegiatan belajar mengajar itu, bukan sebaliknya.
Prinsip lain yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto adalah:
1.    Penilaian hendaknya didasarkan pada hasil pengukuran yang komprehensif.
2.    Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dengan penilaian (grading)
3.    Hendaknya disadari betul tujuan penggunaan pendekatan penilaian (PAP dan PAN)
4.    Penilaian hendaknya merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar.
5.    Penilaian harus bersifat komparabel.
6.    Sistem penilaian yang digunakan hendaknya jelas bagi siswa dan guru.

D.    Macam-macam Tes
1.    Pengertian test
secara harfiah kata “test” berasal dari kata bahasa prancis kuno: testum yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan tes yang berarti ujian atau percobaan
Dari segi istilah, menurut Anne Anastasi, test adalah alat pengukur yang mempunyai standar obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Sedangkan menurut F.L. Geodenough, test adalah suatu rangkaian tugas yang diberikan kepada individu atau sekelompok individu dengan maksud untuk membandingkan kecapan antara satu dengan yang lain.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa test adalah cara yang dapat digunakan untuk pengukuran dan penilaian, dapat berbetuk pemberian tugas, atau serangkaian tugas sehingga dapat dihasilkan nilai yang dapat melambangkan prestasi.

2.    Fungsi test
Secara umum test memiliki dua fungsi yaitu:
a.       Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hal ini test berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu
b.      Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, karena melalui test tersebut dapatdiketahui seberapa jauh tujuan pembelajaran telah dicapai.

3.    Macam-macam test
a.         Menurut pelaksanaannya dalam praktek test terbagi atas:
1)        Tes tulisan (written tes), yaitu test yang mengajukan butir-butir pertanyaan dengan mengharapkan jawaban tertulis. Biasanya test ini digunakan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
2)        Test lisan (oral test), yaitu tes yang mengajukan pertanyan-pertanyaan dengan menghendaki jawaban secara lisan. Test ini juga dilakukan untuk aspek kognitif peserta didik.
3)        Test perbuatan (performance test), yaitu tes yang mengajukan pertanyan-pertanyaan dengan menghendaki jawaban dalam bentuk perbuatan. Test ini digunakan untuk menilai aspek psikomotor/ keterampilan peserta didik.

b.         Menurut fungsinya test terbagi atas:
1)        Tes formatif (formative test), yaitu test yang dilaksanakan setelah selesainya satu pokok bahasan. Test ini berfungsi untuk menetukan tuntas tidaknya satu pokok bahasan. Tindak lanjut yang dapat dilakukan setelah diketahui hasil test formatif peserta didik adalah:
a)        Jika materi yang ditestkan itu telah dikuasai, maka pembelajaran dilanjutkan dengan pokok bahasan yang baru.
b)        Jika ada bagian-bagian yang belum dikuasai oleh peserta didik, maka sebelum melanjutkan pokok bahasan yang baru, terlebih dahulu diulangi atau dijelaskan kembali bagian-bagian yang belum di kuasai. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki tingkat penguasaan peserta didik
2)        Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya. Winkel mendefinisikan evaluasi sumatif sebagai penggunaan tes-tes pada akhir suatu periode pengajaran tertentu, yang meliputi beberapa atau semua unit pelajaran yang diajarkan dalam satu semester, bahkan setelah selesai pembahasan suatu bidang studi.
3)        Diagnostik
                        Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat. Evaluasi diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama proses, maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam hal ini evaluasi diagnostik dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal atau pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa. Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat memberi bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara pada tahap akhir evaluasi diagnostik ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya.
Ditinjau dari
Tes Diagnostik
Tes Formatif
Tes Sumatif
Fungsinya
1.       Mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuannya
2.          Menentukan kesulitan belajar yang dialami
Umpan balik bagi siswa, guru maupun program untuk menilai pelaksanaan suatu unit program
Memberi tanda telah mengikuti suatu program, dan menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan anggota kelompoknya
cara memilih tujuan yang dievaluasi
1.       Memilih tiap-tiap keterampilan prasarat
2.          Memilih tujuan setiap program pembelajaran secara berimbang
3.          Memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental dan perasaan
Mengukur semua tujuan instruksional khusus
Mengukur tujuan instruksional umum
Skoring (cara menyekor)
Menggunakan standar mutlak dan relatif
Menggunakan standar mutlak
menggunakan standar relatif
4)        Tes Penempatan (placement test)
                        Pada umunya tes penempatan dibuat sebagai prates (pretest). Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui apakah peserta didik telah memiliki keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengikuti suatu program belajar dan sampai di mana peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran (kompetensi dasar) sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mereka. Dalam hubungan dengan tujuan yang pertama masalahnya berkaitan dengan kesiapan siswa menghadapi program yang baru, sedangkan untuk yang kedua berkaitan dengan kesesuaian program pembelajaran dengan siswa.

c.         Menurut waktu diberikannya test terbagi atas:
1)        Pra test (pre test), yaitu test yang diberikan sebelum proses pembelajaran. Test ini bertujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik. Jenis-jenis pra test antara lain:
a)        Test persyaratan (Test of entering behavior), yaitu tes yang dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan dasar yang menjadi syarat guna memasuki suatu kegiatan tertentu.
b)        Input test (test of input competence), yaitu test yang digunakan menentukan kegiatan belajar yang relevan, berhubungan dengan kemampuan dasar yang telah dimiliki oleh peserta didik.
2)        Test akhir (Post test), yaitu test yang diberikan setelah dilaksanakan proses pembelajaran. Tes tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat kemajuan intelektual (tingkat penguasaan materi) peserta didik. Biasanya test ini berisi pertanyaan yang sama dengan pra test.

d.        Menurut kebutuhannya, macam test antara lain:
1)      Psycho test, yaitu test tentang sifat-sifat atau kecenderungan atau hidup kejiwaan seseorang (peserta didik).
2)      IQ test, yaitu test kecerdasan. Test ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang (peserta didik).
3)      Test kemampuan (aptitude test), yaitu test bakat. Test ini bertujuan untuk mengungkap kemampuan atau bakat khusus yang dimiliki oleh seseorang.

e.         Menurut jenisnya tes terbagi menjadi:
1)      Test standar, yaitu test yang sudah dibakukan setelah mengalami beberapa kali uji coba (try out) dan memenuhi syarat test yang baik.
2)      Test buatan guru, yaitu test yang dibuat oleh guru.

f.          Menurut jenis waktu yang disediakan test terdiri atas:
1)        Power test, yakni test dimana waktu yang disediakan untuk menyelesaikan test tidak dibatasi.
2)        Speed test, yaitu test dimana waktu yang disediakan untuk menyelesaikan test dibatasi.

g.         Menurut pelaksanaannya dalam praktek test terbagi atas:
1)        Tes tulisan (written tes), yaitu test yang mengajukan butir-butir pertanyaan dengan mengharapkan jawaban tertulis. Biasanya test ini digunakan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
2)        Test lisan (oral test), yaitu tes yang mengajukan pertanyan-pertanyaan dengan menghendaki jawaban secara lisan. Test ini juga dilakukan untuk aspek kognitif peserta didik.
3)        Test perbuatan (performance test), yaitu tes yang mengajukan pertanyan-pertanyaan dengan menghendaki jawaban dalam bentuk perbuatan. Test ini digunakan untuk menilai aspek psikomotor/ keterampilan peserta didik.
.
E.     Macam Instrumen Evaluasi
Dalam pendidikan terdapat bermacam-macam instrument atau alat evaluasi yang dapat dipergunakan untuk menilai proses dan hasil pendidikan yang telah dilakukan terhadap anak didik. Instumen evaluasi itu dapat digolongkan menjadi dua yakni, tes dengan nontes yang lebih lanjut akan dipaparkan dibawah ini :
1.      Tes Sebagai Alat Penilaian Hasil Belajar
Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), dan dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidkan dan pengajaran.
Ada 2 jenis tes yakni tes uraian (subjektif) dan tes objektif. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian terstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yakni bentuk pilihan benar salah, pilihan ganda dengan banyak variasi, menjodohkan, dan isian pendek atau melengkapi.
a.    Tes Uraian (tes subjektif)
Tes Uraian, yang dalam uraian disebut juga essay, merupakan alat penilaian yang hasil belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan.
Namun ada semacam kecenderungan dikalangan para pendidik dan guru untuk kembali menggunakan tes uraian sebagai alat penilaian hasil belajar, terutama di perguruan tinggi, disebabkan oleh beberapa hal antara lain;
1)   Adanya gejala menurunnya hasil belajar atau kualitas pendidikan di perguruan tinggi yang salahsatu diantaranya berkenaan dengan penggunaan tes objektif
2)    Lemahnya para mahasiswa dalam menggunakan bahasa tulisan sebagai akibat penggunaan  tes objektif yang berlebihan,
3)   Kurangnya daya analisis para mahasiswa karena terbiasa dengan tes objektif yang memungkinkan mereka main tebak jawaban manakalah mereka menghadapi kesulitan dalam menjawabnya.
Kondisi seperti ini sangat menunjang penggunaan tes uraian di perguruan tinggi akhir - akhir ini dengan harapan dapat meningkatkan kembali kualitas pendidikan di perguruan tinggi. Harus diakui bahwa tes uraian dalam banyak hal mempunyai kelebihan daripada tes objektif, terutama dalam hal meningkatkan kemampuan belajar dikalangan peserta didik. Hal ini karena melalui tes para peserta didik dapat mengungkapkan aspek kognitif tingkat tinggi seperti analisis - intesis - evaluasi, baik secara lisan maupun secara tulisan.

Dapat disimpulkan bahwa kelebihan atau keunggulan tes uraian antara lain adalah:
1)      Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi
2)      Dapat meningkatkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan bail dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa;
3)      Dapat melatih kemampuan berfikir teratur atau penalaran, yakni berfikir logis, analitis dan sistematis
4)      Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving)
5)      Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sihingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berfikir siswa.

Dipihak lain kelemahan atau kekurangan yang terdapat dalam tes ini antara lain adalah:
1)      Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat menguji semua bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif  yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan
2)       Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya.
3)      Tes ini biasanya kurang reliable, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relative besar.
Aturan Untuk Menyusun Tes Essay (Uraian)  Yang Baik
1)        Sediakan kesempatan bagi para siswa untuk mempelajari bagaimana cara mempersiapkan diri dan mengikuti ulangan.
2)        Yakinkan diri anda bahwa pertanyaan-pertanyaan telah diarahkan dan dirumuskan secara berhati-hati.
3)        Bila struktur pertanyaan disusun berdasrakan isi pelajaran dan panjang, maka banyaknya pertanyaan dapat ditambah dan maslah diskusi agar dikurangi.
4)        Guru harus memilki kerangka petunjuk dalam penyususnan pertanyaan tes agar tidak menimbulkan salah tafsir dan kebimbangan pada orang lain, terutama jika terjadi kritik dari guru lainnya.
5)        Jangan menggunakan pertanyaan yang dapat menimbulkan berbagai kemungkinan jawaban, karena semua siswa harus mengerjakan tes yang sama.
6)        Sediakan waktu yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberikan jawaban terhadap suatu pertanyaan pilihan.
Penggunaan Tes Essay (Uraian)
1)        Bila jumlah mahasiswa atau peserta ujian terbatas maka soal uraian  dapat digunakankarena masih mungkin bagi dosen untuk dapat memeriksa hasil ujian tersebut dengan baik.
2)        Bila waktu yang dipunyai dosen untuk mempersiapkan soal sangat terbtas, sedangkan ia mempunyai waktu yang cukup untuk memerikasa hasil ujian, maka soal uraian dapat digunakan.
3)        Bila tujuan instruksional yang ingin dicapai adalah kemampuan mengekspresikan pikiran dalam bentuk tertulis, menguji kemampuan menulis dengan baik, atau kemampuan bahasa secara tertib, maka haruslah menggunakan tes uraian.
4)        Bila dosen ingin mempereoleh informasi yang tidak tertulis secara langsung dalam soal ujian tetapi dapat disim[ulkan dari tulisan peserta tes, seperti sikap, nilai atau pendapat.
5)        Bila dosen ingin memperoleh hasil pengalaman belajar mahasiswanya, maka tes uraian merupakan salah satu bentuk yang paling cocok untuk mengukur pengalaman belajar tersebut.
Bentuk tes uraian dibedakan menjadi 3 yaitu uraian bebas, uraian terbatas dan uraian berstruktur :
1)      Uraian bebas
Dalam uraian  bebas jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh isi pertanyaan uraian bebas sifatnya umum. Melihat karakteristiknya, pertanyaan bentuk uraian bebas tepat digunakan apabila bertujuan untuk:
a)        Mengungkapkan pandangan para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan intensitas.
b)        Pengupas suatu persoalan yang kemungkinan jawabannya beraneka ragam sehingga tidak satupun jawaban yang pasti.
c)        Mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi atau dimensinya.
Kelemahanini ialah sukar menilainya karena jawaban siswa bervariasi, sulit menentukan criteria penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada guru sebagai penilainya.
2)       Uraian terbatas
Bentuk kedua dari tes uraian adalah tes uraian terbatas. Dalam bentuk ini pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu. Pembatasan dilhat dari segi: (a) ruang lingkupnya, (b) sudut pandang menjawabnya, (c) indicator - indikatornya.
3)      Uraian berstruktur
Soal berstruktur dipandang sebagai bentuk antara soal-soal objektif dan soal-soal esai. Soal berstruktur merupakan serangkaian soal jawaban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas memberikan jawaban.
b.    Tes objektif
Soal-soal bentuk objektif dikenal ada beberapa bentuk yakni:
1.      Bentuk jawaban singkat atau tes isian (complementary test)
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat atau symbol. Ada dua bentuk jawaban singkat yaitu bentuk pertanyaan langsung dan bentuk pertanyaan tidak langsung.
Tes isian terdiri dari kalimat yang dihilangkan (diberi titik-titik). Bagian yang dihilangkan ini yang diisi oleh peserta tes merupakan pengertian yang diminta agar pernyataan yang dibuat menjadi pernyataan yang benar.
Cara Memberikan Skor :
Pada tes ini sulit dilakukan tebakan, sehingga tidak diperlukan denda terhadap jawaban yang salah. Maka rumus yang digunakan adalah :
Skor = Jumlah jawaban benar

2.      Bentuk soal benar-salah (true false)
Bentuk soal benar-salah addalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa pertanyaan dimana sebagian dari pertanyaan yang benar dan pertanyaan yang salah. Pada umumnya bentuk ini dipakai untuk mengukur pengetahuan siswa tentang fakta, definisi dan prinsip.
Kelebihan tes benar salah
1)      Dapat mencakup bahan yang luas dan tidak memakan tempat yang banyak ( perangkat soal dapat  mewakili seluruh pokok bahasan)
2)      Mudah dalam penyusunannya
3)      Petunjuk mengerjakannya mudah dimengerti
4)      Dapat digunakan berkali-kali
5)      Objektif.
6)      Mudah diskor
7)      Alat yang baik untuk mengukur fakta dan hasil belajar langsung terutama yang berkenaan dengan ingatan.
Kelemahan tes benar salah
1)      Mudah ditebak
2)      Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan kemungkinan benar atau salah
3)      Hanya dapat mengungkapkan daya ingat dan pengenalan kembali
4)      Mendorong peserta tes untuk menebak jawaban
5)      Meminta respon peserta tes yang berbentk penilaian absolute sedangkan dalam kenyataannya hasil belajar itu kebanyakan bukanlah sesuat kebenaran absolute tanpa kondisi

3.      Bentuk soal menjodohkan (matching test)
Bentuk soal menjodohkan terdiri dari dua kelompok pertanyaan yang parallel yang berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang berupa soal-soal dan sebelah kanan adalah jawaban yang disediakan.  Siswa ditugaskan untuk memasangkan atau mencocokan, sehingga setiap pertanyaan mempunyai jawaban yang benar. Tapi sebaiknya jum;lah jawaban yang disediakan lebih banyak dari soal karena hal ini akan mengurangi kemungkinan siswa menjawab yang betul dengan hanya menebak.
Cara memberikan skor
Penskoran pada tes menjodohkan tidak diberikan denda terhadap jawaban yang salah. Skor = Jumlah jawaban benar
Kelebihan:
a.       Baik untuk menguji hasil belajar yang berhubungan dengan pengetahuan tentang istilah, definisi, peristiwa atau penanggalan.
b.      Dapat menguji kemampuan menghubungkan dua hal baik yang berhubungan langsung maupun tidak secara langsung.
c.       Mudah dikonstruksi sehingga dosen dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat mengkonstruksi sejumlah butir soal yang cukup untuk menguji satu pokok bahasan tertentu.
d.      Dapat meliputi seluruh bidang studi yang diuji.
e.        Mudah diskor.

Kekurangannya: Terlalu mengandalkan pada pengujian aspek ingatan. Untuk dapat menghindarkan kelemahan ini maka konstruksi butir soal tipe ini harus dipersiapkan secara hati-hati.

4.       Bentuk soal pilihan ganda( multiple choice test)
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat. Dilihat dari strukturnya, bentuk soal pilihan ganda terdiri atas : 
a.       Stem : pertanyaan atau pernyataan yang berisi permasalahan yang akan dinyatakan.
b.      Option: sejumlah pilihan atau alternative jawaban
c.       Kunci : jawaban yang benar atau paling tepat.
d.      Distractor : jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban
Tes pilihan ganda merupakan tes yang menggunakan pengertian/ pernyataan yang belum lengkap dan untuk melengkapinya maka kita harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban benar yang telah disiapkan.
a.         Pilihan ganda biasa (melengkapi pilihan)
Bentuk ini merupakan suatu kalimat pernyataan yang belum lengkap dan diikuti empat atau lima kemungkinan jawaban yang tepat dan melengkapi pernyataan tersebut.
b.        Hubungan antar hal (Sebab akibat)
Bentuk tes ini terdiri dari dua kalimat : satu kalimat pernyataan dan satu kalimat alasan. Ditanyakan apakah pernyataan memiliki hubungan sebab akibat atau tidak dengan alasan.

Kelebihan butir soal pilihan ganda:
a.       Butir soal tipe pilihan ganda dapat dikontruksi dan digunakan untuk mengukur segala level tujuan instruksional, mulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling kompleks.
b.       Setiap perangkat tes dapat mencakup hampis seluruh cakupan bidang studi.
c.       Penskoran hasil kerja peserta dapat dikerjakan secara objektifa.
d.      Tipe butir soal dapat dikonstruksi sehingga menuntut kemampuan peserta tes untuk membedakan berbagai tingkatan kebenaran sekaligus.
e.       Jumlah option yang dapat disediakanmelebihi dua. Karena itu akan dapat mengurangi keinginana peserta tes untuk menebak.
f.        Tipe butir soal pilhan ganda memungkinkan dilakukan analisis butir soal secara baik. Butir soal dapat dikonstruksi dengan dilakukan uji coba terlebih dahulu.
g.      Tingkat kesukaran butir soal dapat dikendali, dengan hanya mengubah tingkat homegenitas alternative jawaban.
h.       Informasi yang diberikan lebih kaya. Butir soal ini dapt memberikan informasi tentang peserta tes lebih banyak kepada dosen, terutama bila butir soal itu memiliki homegenitas yang tinggi.

Kekurangan butir soal pilihan ganda:
a.       Sukar dikonstruksi. Kesukaran dalam mengkonstruksi butir soal tipe ini terutama untuk menemukan alternative jawaban yang homogen. Acapkali dosen mengkonstruksikan butir soal dengan hanya satu alaternatif jawaban yang tersedia, yaitu kunci jawaban.
b.      Ada kecendrungan bahwa dosen mengkonstruksi butir soal tipe ini dengan hanya menguji atau mengukur aspek ingatan, atau aspek yang paling rendah dalam ranah kognitif.
c.       “Testwise” memepunyai pengaruh yang berarati terhadap hasil tes peserta. Jadi, makin terbiasa seseorang dengan bentuk tes tipe pilihan ganda, makin besar kemungkinan ia akan memperoleh skor yang lebih baik.
2.      Non tes sebagai alat penilaian hasil dan proses belajar mengajar
Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, tetapi dapat juga dinilai olah alat-alat nontes atau bukan tes. Berikut ini dijelaskan alat-alat non - tes:
1.    Wawancara dan kuisioner
a.      Wawancara
Wawancara merupakan suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari siswa dengan melakukan Tanya jawab sepihak. Kelebihan wawancara adalah biasa kontak langsung dengan siswa sehingga dapat mengungkapkan jawaban lebih bebas dan mendalam. Wawancara dapat direkam sehingga jawaban siswa bisa dicatat secara lengkap. Melalui wawancara, data bisa diperoleh dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif. Pertanyaan yang tidak jelas dapat diulang dan dijelaskan lagi, begitupun dengan jawaban yang belun jelas.
Ada dua jenis wawancara, yakni wawancara terstruktur dan wawanncara bebas. Dalam wawancara berstruktur kemungkinan jawaban telah di siapkan sehingga siswa tinggal mengkategorikannya kepada alternative jawaban yang telah dibuat. Keuntungannya ialah mudah di olah dan dianalisis untuk dibuat kesimpulan. Sedangkan untuk wawancara bebas, jawaban tidak perlu disiapkan sehingga siswa bebas mengemukakan pendapatnya. Keuntungannya ialah informasi lebih padat dan lengkap sekalipun kita harus bekerjakeras dalam menganalisisnya sebab jawabanya bias beraneka ragam.
Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wawancara:
1.        Tahap awal wawancara dimana bertujuan untuk mengondisikan situasi seperti suasana keakraban
2.        Penggunaan pertanyaan dimana pertanyan di ajukan secara bertahap dan sistematis berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya.
3.        Pencataan hasil wawancara dimana dicatat saat itu juga supaya tidak lupa.
Sebelum melaksanakan wawancara perlu di rancang pedoman wawancara,dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)      Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara
2)      tentukan aspek-aspek yang akan di ungkap dari wawancara tersebut
3)      Tentukan bentuk pertanyaan yang akan di gunakan.

b.       Kuisioner
Kuisioner adalah suatu tekhnik pengumpulan informasi yang memungkinkan analisis mempelajari sikap – sikap, keyakinan, perilaku dan karakteristik dari siswa.
Kelebihan kuesiner dari wawancara ialah sipatnya yang praktis, hemat waktu tenaga dan biaya. Kelemahannya ialah jawaban sering tidak objektif,lebih-lebih bila pertanyaannya kurang tajam yang memungkinkan siswa berpura-pura.
Cara penyampain kuesiner ada yang langsung di bagikan kepada siswa yang telah diisi lalu di kumpulkan lagi. Alternatif jawaban yang ada dalam kuisiner bisa juga di trasformasikan dalam bentuk symbol kuantitatif agar menghasilkan data interval. Caranya adalah dengan memberi skor terhadap setiap jawaban berdasarkan criteria tertentu.


2.       Skala
Skala adalah alat untuk mengukur sikap , nilai, minat dan perhatian, dll. Yang disusun dalam bentuk  pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuatu dengan criteria yang ditentukan.
a.       Skala Penilaian
Skala penilaian mengukur penampilan atau prilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan prilaku individu  pada suatu titik yang bermakna nilai. Titik atau kategori diberi nilai rentangan mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah, bias daalam bentuk huruf atau angka. Hal yang penting diperhatikan dalam skala penilaian adalah criteria skala nilai, yakni penjelasan operasional untuk setiap alternative jawaban. Adanya criteria yang jelas akan mempermudah pemberian penilaian
Skala penilaian lebih tepat digunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya proses mengajar pada guru, siswa, atau hasil belajar dalam bentuk prilaku seperti keterampilan, hubunagan social siswa, dan cara memecahkan masalah.  Skala penilaian dalam pelaksanaannya dapat digunakan oleh dua  orang penilai atau lebih dalam menilai subject yang sama. Maksudnya agar diperoleh hasil penilaian yang objektif  mengenai prilaku subject yang dinilai.
b.       Skala sikap.
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negative ), dan netral. Sikap pada hakikatnya dapat diartikan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus yang dating kepada dirinya. Ada 3 komponen sikap yakni:
1)        Kognitif, berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapinnya.
2)        Afeksi, berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut.
3)        Psikomotor, berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh karena itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori yakni pernyataan positif dan pernyataan negative. Salah satu skala yang sering digunakan adalah Likert.
Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan baik pernyataan positif maupun negative, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Skor yang diberikan terhadap pilihan tersebut bergantung pada penilai asal penggunaannya konsisten. Yang jelas, skor untuk pernyataan positif atau negative adalah kebalikannya.

3.      Observasi
Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat idamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.
Ada tiga jenis observasi, yakni:
1.   Observasi langsung, adalah pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati oleh pengamat.
2.   Observasi tidak langsung, adalah observasi yang dilakasanakan dengan menggunakan alat seperti mikroskop utuk mengamati bakteri, suryakanta untuk melihat pori-pori kulit.
3.   Observasi partisipasi, adalah observasi yang dilaksanakan  dengan cara  pengamat harus melibatkan diri atau ikut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diamati, sehingga pengamat bias lebih menghayati, merasakan dan mengalami sendiri seperti inddividu yang sedang diamatinya.
Observasi untuk menulai proses belajar mengajar dapat dilakasanakan oleh guru di kelas pada saat siswa melakukan kegaitan belajar. Untuk itu gurutidak perlu terlalu formal memperhatikan perilaku siswa, tetapi ia mencatat secara teratur gejaka dan prilaku yang ditunjukkan oleh setiap siswa.

4.      Studi kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu yang dipandang mengalami kasus tertentu. Misalnya mempelajari secara khusus anak nakal, anak yang tidak bisa bergaul dengan orang lain, anak yang selalu gagal dalam belajar, dan lain - lain. Kasus tersebut dipelajari secara mendalam dan dalam kurun waktu yang cukup lama. Mendalam artinya mengungkapkan semua variable yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut dari berbagai aspek yang mempengaruhi dirinya. Penekana yang utama dalam studi kasus adalah mengapa individu melalukan apa yang dilakukannya dan bagaimana tingkah lakunya dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Datanya biasa diperoleh berbagai sumbar seperti orang tua, teman dekatnya, guru, bahkan juga dari dirinya. 
Kelebihan studi kasus adalah bahwa subjek dapat dipelajari se0 cara mendalam dan menyeluruh. Namun, kelemahannya sesuai dengan sifat studi kasus bahwa informasi yang diperoleh sifatnya subjektif, artinya hanya untuk individu yang bersangkutan, dan belum tentu dapat digunakan untuk kasus yang sama pada individu yang lain.

F.     Penyusunan Instrument Evaluasi
Salah satu kemampuan yang dimiliki oleh setiap guru ialah kemampuan merencanakan dan melaksanakan evaluasi hasil belajar dengan baik, termasuk kemampuan menyusun tes
1.    Kriteria Tes Yang Baik
a.       Suatu tes dikatakan valid jika tes itu mengukur apa yang sesungguhnya     ingin diukur. Jika suatu tes dimaksudkan untuk mengukur kemampuan berhitung, maka soalnya harus dibatasi pada kemampuan berhitung, jangan menuntut kemampuan yang lain, seperti kemampuan berbahasa, dan sebagainya.
b.      Suatu tes dikatan realiabel jika tse itu memperlihatkan hasil yang sama (tetap) ketika diberikan pada waktu yang berbeda terhadap individu atau kelompok yang sama.
c.       Suatu tes dikatan objektif jika penilaian dari dua orang atau lebih terhadap suatu jawaban yang diberikan sama atau menunjukkan hasil yang sama
Dalam hubungan dengan kriteria tersebut, khusus bagi tes yang disusun untuk menilai efektivitas program pengajaran, ada dua hal yang perlu diperhatikan terutama berkenaan dengan kriteria validitas yaitu kesesuaian soal dengan TIK dan kesesuaian soal dengan kaidah – kaidah konstruksi tes.
2.    Penyusunan kisi-kisi
a.    Pengertian
Kisi-kisi adalah suatu format atau matriks yang memuat informasi yang dapat dijadikan pedoman untuk menulis soal atau merakit soal menjadi tes.
b.      Fungsi kisi-kisi
1)   Sebagai pedoman dalam penulisan tes ( penulis yang berbeda harus menghasilkan tes yang sama baik dari segi lingkup materi maupun tingkat kesukaran.
2)   Sebagai pedoman perakitan tes
c.    Syarat-syarat kisi-kisi yang baik
1)   Mewakili isi kurikulum yang akan diujikan
2)   Komponen-komponennya rinci, jelas, dan mudah dipahami
3)   Soal-soalnya dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan.
d.      Komponen Kisi – Kisi
Komponen yang diperlukan dalam sebuah kisi – kisi sangat ditentukan oleh tujuan tes yang hendak disusun. Komponen – komponen ini dapat dihimpun menjadi dua kelompok yaitu, kelompok identitas dan kelompok matriks. Komponen – komponen yang biasa digunakan dalam penyusunan kisi – kisi tes prestasi belajar adalah sebagai berikut
1.       Jenis sekolah (SMK/ SMA)
2.      Mata pelajaran yang dimaksud dalam hai ini adalah mata pelajaran yang akan dibuat kisi-kisi soal dan dievaluasi hasil belajar anak-anak
3.      Kurikulum yang diacu, seperti diketahui bahwa model kurikulum selalu berganti, bahkan kadnag satu kurikulum belum tuntas sudah ada pengganti kurikulum baru, akhirnya terjadi tumpang tindih antara kurikulum yang digunakan dan  kurikulum yang baru, uuntuk hal tersebut, maka diinformasikan kurikulum yang digunakan dalam penyusunan kisi-kisi penulisan soal, misalnya kurikulum berbasis kompetensi.
4.      Alokasi waktu ini ditulis sebagai penyediaan waktu untuk penyelesaian soal. Dengan alokasi waktu ini, maka kita dapat memperkirakan tingkat kesulitan soal dan jumlah soal yang harus dibuat guru agar anak-anak tidak kehabisan waktu saaat mengerjakan soal.
5.      Jumlah soal, menunjukann berapa banyak soal harus dibuat atau dikerjakan anak-anak sesuai dengan jatah atau alokasi waktu yang sudah disediakan untuk ujian bersangkutan. Dalam hal ini guru sudah memperkirakan penggunaan waktu untuk masing-masing soal
6.      Bentuk soal, yang dimaksudkan adalah bentuk subjekktif ataukah objektif tes. Untuk memudahkan kita menyusun soal, maka kita harus menentukan bentuk soal untuk setiap materi pelajaran yang kita ujikan pada evaluasi.
7.      Standar Kompetensi Lulusan (SKL), menunjukan kondisi standar yang hendak dicapai olaeh anak didik setelah mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran , dengan standar kompetensi ini, maka guru dan akan didik adapat memepersiapkan segala yang harus dilakukan.
8.      Bahan kelas / semester, menunjukan tingkatan yang akan dievaluasi. Dengan mencantumkan kelas/semester ini maka kita semakain tahu batasan materi yang akan kita jadikan soal evaluasi proses.
9.      Materi pelajaran, ini menunjukann semua materi yang diberikan untuk proses pemdidikan dan pembelajarana. Dalam kisi-kisi penulisan soal, materi ini merupakan batasan isi dari materi pelajaran yang kita jadikan soal ujian.
10.  Indikator soal, menunjukan perkiraan kondisi yang diambil dalma soal ujian. Indikasi yang bagaimana dari materi pelajaran yang diterapakan dalam soal.
11.  Nomor soal, menunjukan urutan soal untuk meteri atau soal yang kita buat. Untuk hal ini setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar , penyusunan nomor soal dikisi-kisi penulisan soal tidak selalu berurutan.
12.  Tahun pelajaran
Butir 1 – 7 merupakan komponen identitas dan sisanya termasuk komponen matriks.

3.    Penulisan soal
a.       Perumusan indikator soal
Kata kerja operasional (perilaku khusus) yang tepat, Indikator dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki. Kegiatan perumusan indikator soal merupakan bagian dari kegiatan penyusunan kisi-kisi. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang baik dirumuskan secara singkat dan jelas. Syarat indikator yang baik:
1)   Menggunakan satu kata kerja operasional untuk soal objektif, dan satu atau lebih kata kerja operasional untuk soal uraian/tes perbuatan
2)   Dapat dibuatkan soal atau pengecohnya (untuk soal pilihan ganda).
Penulisan indikator yang lengkap mencakup A = audience (peserta didik) , B = behaviour (perilaku yang harus ditampilkan), C = condition (kondisi yang diberikan), dan D = degree (tingkatan yang diharapkan). Ada dua model penulisan indikator. Model pertama adalah menempatkan kondisinya di awal kalimat. Model pertama ini digunakan untuk soal yang disertai dengan dasar pernyataan (stimulus), misalnya berupa sebuah kalimat, paragraf, gambar, denah, grafik, kasus, atau lainnya, sedangkan model yang kedua adalah menempatkan peserta didik dan perilaku yang harus ditampilkan di awal kalimat. Model yang kedua ini digunakan untuk soal yang tidak disertai dengan dasar pertanyaan (stimulus).

b.         Langkah-langkah Penyusunan Butir Soal
Agar soal yang disiapkan oleh setiap guru menghasilkan bahan ulangan/ujian yang sahih dan handal, maka harus dilakukan langkah-langkah berikut, yaitu :
1)        Menentukan tujuan tes
2)        Menentukan kompetensi yang akan diujikan
3)        Menentukan materi yang diujikan
4)        Menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, materi, dan bentuk penilaiannya (tes tertulis: bentuk pilihan ganda, uraian; dan tes praktik)
5)        Menyusun kisi-kisinya
6)        Menulis butir soal
7)        Memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif
8)        Merakit soal menjadi perangkat tes
9)        Menyusun pedoman penskorannya
10)    Uji coba butir soal
11)    Analisis butir soal secara kuantitatif dari data empirik hasil uji coba
12)    Perbaikan soal berdasarkan hasil analisis.

c.       Saran dalam penulisan soal
1)   Soal yang dibuat hendaknya layak untuk mengukur kemampuan intelektual siswa tingkat tertentu.
2)   Soal yang dibuat jangan sampai mengakibatkan adanya siswa yang menjadi korban
3)   Perumusan soal hendaknya menggunakan bahasa yang sederhana, sesuai dengan tingkat pendidikan siswa, jelas maksudnya (tidak berpenafsiran ganda), dan harus mengandung pernyataan yang tegas (tidak menimbulkan kemungkinan adanya alternatif jawaban selain yang diharapkan). Hindarkan instruksi yang bersifat rancu.
4)   Soal harus memenuhi tiga kebenaran : (a) kebenaran materi; (b) kebenaran metodologi penyusunan soal; dan (c) kebenaran bahasa soal (selaku media komunikasi antara penulis soal dengan penjawab soal
5)   Dalam satu butir soal hendaknya hanya ditanyakan satu persoalan saja (hanya untuk mengukur satu kemampuan).
6)   Demi aktualitas dan keandalan soal, hindarilah kesukaan mengutip soal yang sudah pernah digunakan ataupun yang sudah dibukukan dalam kumpulan soal
7)   Soal untuk bentuk tertentu harus betul – betul berbeda dari soal untuk bentuk yang lain.
8)   Dalam soal pilihan ganda, setiap opsi harus berarti (mempunyai peran) dalam pengukuran kemampuan siswa, bukan sekedar pendamping jawaban kunci. Ciri opsi yang semacam ini adalah antara pengecoh (distractor) dan kuncinya hampir sama atau terasa sulit membedakannya (terutama bagi penjawab yang kurang menguasai masalahnya).
9)   Petunjuk mengerjakan soal hendaknya sederhana, jelas maksudnya, dan tidak bertumpang tindih atau bertentangan antara petunjuk umum dengan petunjuk khusus.

4.    Kesesuain Soal dengan Kaidah – Kaidah Konstruksi Tes 
Di samping kesesuaian dalam jenjang kemampuan dan lingkup isi, dalam menyusun soal – soal tes perlu diperhatikan pula kesesuain dengan kaidah – kaidah yang berlaku dalam penyusunan atau konstruksi tes, baik tes bentuk uraian maupun tes bentuk objektif.
kaidah penulisan soal merupakan petunjuk atau pedoman yang perlu diikuti penulis agar soal yang dihasilkan memiliki mutu yang baik. Soal yang mutunya baik adalah soal yang mampu menjaring informasi yang diperlukan. Untuk dapat menghasilkan soal yang baik, para penulis soal perlu memperhatikan kaidah penulisannya
a.         Tes Bentuk Uraian
Dalam soal – soal tes bentuk uraian, siswa diminta merumuskan, mengorganosasi dan menyajikan jawabannya dalam bentuk uraian. Seperti pernah dijelaskan sebelumnya bahwa soal – soal bentuk uraian ini terbagi dalam dua jenis, yaitu uraian bebas dan uraian terbatas.
Kaidah – kaidah yang perlu diperhatikan dalam merumuskan  soal – soal bentuk urain, baik bebas maupun terbatas antara lain:
1)        Rumusan soal – soal hendaknya jelas, dilihat dari pilihan kata atau istilah yang dipakai maupun struktur kalimatnya.
2)        Rumusan soal – soal hendaknya cukup singkat dalam arti tidak bertele – tele melainkan langsung pada pokok persoalannya ( to the point )
b.      Tes Bentuk Objektif
Dalam soal – soal bentuk objektif di kenal bentuk Benar – Salah, Pilihan Ganda, Menjodohkan, dan Melengkapi atau Isian. Kaidah – kaidah yang perlu diperhatikan dalam penyusuna masing – masing jenis atau bentuk soal diatas  adalah:
1)        Benar – Salah
Bentuk tes yang soalnya berupa pernyataan. Setiap pernyataan mengandung dua kemungkinan Benar atau Salah. Biasanya soal ini berisi tentang fakta,definisi dan prinsip – prinsip. Adapun kaidah – kaidah konstruksi tesnya antara lain:
a)        Menghindari pernyataan – pernyataan yang mengandung perkataan: kadang – kadang, pasti, pada umumnya dan sejenis nya yang dapat memberi indikasi benar tidaknya pernyataan tersebut.
b)        Menghindari pengambilan kalimat langsung dari buku pelajaran.
c)        Menghindari suatu pernyataan yang merupakan suatu pendapat yang masih dapat diperdebatkan kebenarannya.
d)       Penyusunan pernyataan Benar – Salah dalam tes dilakukan secara acak, misalnya: B,B,S,B,S,S…dan seterusnya.
2)        Pilihan Ganda
Bentuk soal pilihan ganda menyediakan sejumlah kemungkinan jawaban satu di antaranya adalah jawaban yang benar.
Adapun kaidah – kaidah konstruksi tesnya antara lain:
a)        Pokok soal merupakan masalah yang dirumuskan dengan jelas.
b)        Perumusan pokok soal dan alternatif jawaban hendaknya di batasi pada hal – hal yang diperlukan saja.
c)        Hanya terdapat satu kemungkinan jawaban yang benar.
d)       Alternatif jawaban harus logis dan pengecoh harus berfungsi.
e)         Usahakan tidak menggunakan option yang berbunyi “ semua jawaban salah“
3)        Menjodohkan
Bentuk soal ini berisi pertanyaan yang terdiri atas 2 kelompok yang peralel ( pernyataan dan jawaban ) yang harus dijodohkan satu sama lain. Adapun kaidah – kaidah konstuksi tesnya antara lain:
a)         Hendaknya materi yang diajukan berasal dari hal yang sama, sehingga pertanyaan yang diajukan bersifat homogeny
b)        Usahakan agar pertanyaan dan jawaban mudah dimengerti
c)         Jumlah jawaban hendaknya lebih banyak dari pada jumlah pertanyaan
d)        Gunakan simbol yang berlainan untuk pertanyaan dan jawaban, misalnya 1, 2 dan seterusnya, untuk pertanyaan, serta a,b dan seterusnya untuk jawaban
4)        Melengkapi
Bentuk soal melengkapi merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat atau simbol dan jawabannya hanya dapat dinilai dengan benar atau salah. Adapun kaidah – kaidah konstruksi tesnya antara lain:
a)         Tidak menggunakan pernyataan yang langsung di ambil dari buku
b)        Pernyataan hendaknya menggandung hanya satu kemungkinan jawaban yang dapat diterima.

5.    Langkah-langkah pengembangan instrmen menurut ada 2 yaitu :
a.         Pengembangan instrumen tes
1)    Menetapkan tujuan tes
Langkah awal dalam mengembangkan instrumen tes adalah menetapkan tujuannya. Tujuan ini penting ditetapkan sebelum tes dikembangkan karena seperti apa dan bagaimana tes yang akan dikembangkan sangat bergantung untuk tujuan apa tes tersebut digunakan.
2)    Melakukan analisis kurikulum
Analisis kurikulum dilakukan dengan cara melihat dan menelaah kembali kurikulum yang ada berkaitan dengan tujuan tes yang telah ditetapkan. Langkah ini dimaksudkan agar dalam proses pengembangan instrumen tes selalu mengacu pada kurikulum (SKKD) yang sedang digunakan. Instrumen yang dikembangkan seharusnya sesuai indikator pencapaian suatu KD yang terdapat dalam Standar Isi (SI).
3)    Membuat kisi-kisi
Kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi soal-soal (meliputi SK-KD, materi, indikator, dan bentuk soal) yang akan dibuat. Dalam membuat kisi-kisi ini, kita juga harus menentukan bentuk tes yang akan kita berikan
4)    Menulis soal
Pada kegiatan menuliskan butir soal ini, setiap butir soal yang Anda tulis harusberdasarkan pada indikator yang telah dituliskan pada kisi- kisi dan dituangkan dalam spesifikasi butir soal. Bentuk butir soal mengacu pada deskripsi umum dan deskripsi khusus yang sudah dirancang dalam spesifikasi butir soal.
5)    Melakukan telaah instrumen secara teoritis
Telaah instrumen tes secara teoritis atau kualitatif dilakukan untuk melihat kebenaran instrumen dari segi materi, konstruksi, dan bahasa. Telaah instrumen secara teoritis dapat dilakukan dengan cara meminta bantuan ahli/pakar, teman sejawat, maupun dapat dilakukan telaah sendiri. Setelah melakukan telaah ini kemudian dapat diketahui apakah secara teoritis instrumen layak atau tidak.
6)    Melakukan ujicoba dan analisis hasil ujicoba tes
Sebelum tes digunakan perlu dilakukan terlebih dahulu uji coba tes. Langkah ini diperlukan untuk memperoleh data empiris terhadap kualitas tes yang telah disusun. Ujicoba ini dapat dilakukan ke sebagian siswa, sehingga dari hasil ujicoba ini diperoleh data yang digunakan sebagai dasar analisis tentang reliabilitas, validitas, tingkat kesukaran, pola jawaban, efektivitas pengecoh, daya beda, dan lain-lain. Jika perangkat tes yang disusun belum memenuhi kualitas yang diharapkan, berdasarkan hasil ujicoba tersebut maka kemudian dilakukan revisi instrumen tes.
7)    Merevisi soal
Berdasarkan hasil analisis butir soal hasil ujicoba kemudian dilakukan perbaikan. Berbagai bagian tes yang masih kurang memenuhi standar kualitas yang diharapkan perlu diperbaiki sehingga diperoleh perangkat tes yang lebih baik. Untuk soal yang sudah baik tidak perlu lagi dibenahi, tetapi soal yang masuk kategori tidak bagus harus dibuang karena tidak memenuhi standar kualitas.
Setelah tersusun butir soal yang bagus, kemudian butir soal tersebut disusun kembali untuk menjadi perangkat instrumen tes, sehingga instrumen tes siap digunakan. Perangkat tes yang telah digunakan dapat dimasukkan ke dalam bank soal sehingga suatu saat nanti bisa digunakan lagi.

b.         Pengembangan instrumen non tes
1)    Menentukan spesifikasi instrumen
Penentuan spesifikasi instrumen dimulai dengan menentukan kejelasan tuj tujuan. Setelah menetapkan tujuan, kegiatan berikutnya menyusun kisi-kisi instrumen. Membuat kisikisi diawali dengan menentukan definisi konseptual, yaitu definisi aspek yang akan diukur menurut hasil kajian teoritik berbagai ahli/referensi. Selanjutnya merumuskan definisi operasional, yaitu definisi yang Anda buat tentang aspek yang akan diukur setelah mencermati definisi konseptual. Definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi indikator dan ditulisan dalam kisi-kisi. Selanjutnya Anda perlu menentukan bentuk instrumen dan panjang instrumen.
2)    Menentukan skala penilaian
Skala yang sering digunakan dalam instrumen penilaian antara lain adalah: Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
3)    Menulis butir instrumen
Pada tahap ini Anda merumuskan butir-butir instrumen berdasarkan kisi-kisi. Pernyataan dapat berupa pernyataan positif dan negatif. Pernyataan positif merupakan pernyataan yang mengadung makna selaras dengan indikator, sedangkan pernyataan negatif adalah pernyataan yang berisi kontra kondisi dengan indikator.
4)    Menentukan penyekoran
Sistem penyekoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran yang digunakan.
5)    Menelaah instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah menelaah apakah: a) butir pertanyaan/ pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar, c) butir pertanyaan/pernyataan tidak bias, d) format instrumen menarik untuk dibaca, e) pedoman menjawab atau mengisi instrumen jela, dan f) jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/ pernyataan sudah tepat sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab. Hasil telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen.
6)      Menyusun instrumen
Langkah ini merupakan tahap menyusun butir-butir instrumen setelah dilakukan penelaahan menjadi seperangkat instrumen yang siap untuk diujicobakan. Format instrumen harus dibuat menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisinya.
7)    Melakukan ujicoba instrumen
Setelah instrumen tersusun dengan utuh, kemudian melakukan ujicoba instrumen. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi. Ujicoba dilakukan untuk memperoleh informasi empirik tentang kualitas instrumen yang dikembangkan.
8)    Menganalisis hasil ujicoba
Analisis hasil ujicoba dilakukan untuk menganalisis kualitas instrumen berdasarkan data ujicoba. Dari analisis ini diharapkan diketahui mana yang sudah baik, mana yang kurang baik dan perlu diperbaiki, dan mana yang tidak bisa digunakan. Selain itu, analisis hasil ujicoba ini juga dapat digunakan untuk memperoleh informasi tentang validitas dan reliabilitas instrumen.
9)    Memperbaiki instrumen
Perbaikan dilakukan berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik, namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari responden ujicoba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar