PEMBAHASAN
A.
PENGANGKUTAN OKSIGEN
a.
Pengangkutan
Oksigen ke Jaringan
Sistem
pengangkut O2 di dalam tubuh
terdiri atas paru dan sistem
kardiovaskuler. Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu bergantung pada jumlah O2 yang
masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas dalam paru yang adekuat, aliran darah menuju
jaringan, serta kapasitas darah untuk
mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi
jalinan vaskular di dalam jaringan serta curah jantung. Jumlah O2 di
dalam darah di tentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah hemoglobin
dalam darah serta afinitas hemoglobin terhadap O2.
Reaksi Hemoglobin &
Oksigen
Dinamika
reaksi pengikatan O2 oleh hemoglobin menjadikannya sebagai pembawa O2
yang sangat serasi. Reaksi pengikatan hemoglobin dengan O2 lazim di
tulis sebagai Hb + O2…….HbO2. Mengingat setiap molekul
hemoglobin mengandung empat unit Hb, maka dapat di nyatakan sebagai Hb4 dan pada kenyataannya
bereaksi dengan empat molekul O2 membentuk Hb4O8
Struktur
kuaterner hemoglobin menentukan afinitasnya trehadap O2. Saat O2
diikat untuk pertama kalinya, ikatan yang memegang globin akan di lepas,
menghasilkan suatu kedudukan relaksasi (R) yang akan membuka tempat pengikatan
O2. Hasil akhirnya ialah peningkatan afinitas terhadap O2
mencapai 500x lebih besar. Di jaringan, reaksi ini berjalan terbalik,
melepaskan O2.
Kurva
disosiasi hemoglobin-oksigen, yaitu kurva yang menggambarkan hubungan
presentase saturasi kemampuan pengangkutan O2 oleh hemoglobin dengan
Po2.
Apabila
darah diseimbangkan dengan 100% O2
(Po2=760 mm Hg), hemoglobin normal akan tersaturasi 100%. Pada
keadaan tersaturasi penuh, setiap gram hemoglobin normal mengandung 1,39 mL O2.
Namun, di dalam darah umumnya terdapat
sejumlah kecil derivate hemoglobin yang inaktif, dan nilai yang diperoleh in vivo umumnya lebih rendah
b.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Afinitas Hemoglobin terhadap Oksigen
Terdapat
tiga keadaan penting yang mempengaruhi kurva disosiasi hemoglobin-oksigen: pH,
suhu, dan kadar 2,3-difosfogliserat (DPG);2,3-DPG. Peningkatan suhu atau
penurunan pH menggeser kurva ke kanan. Apabila
kurva bergeser, dibutuhkan Po2
yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah tertentu O2.
Berkurangnya
afinitas hemoglobin terhadap O2 saat pH darah menurun dikenal sebagai efek Bohr dan hal ini berkaitan erat
dengan kenyataan bahwa hemoglobin terdeoksigenasi (deoksihemoglobin) lebih
aktif mengikat H+ di bandingkan oksihemoglobin. 2,3 DPG banyak
terdapat di dalam sel darah merah. Pada persamaan ini, peningkatan konsentrasi 2,3 DPG akan menggeser reaksi ke kanan, menyebabkan
lebih banyak O2 yang di bebaskan.
c.
Pengangkutan
Oksida Nitrit oleh Hemoglobin
Fero
tempat pengikat O2 pada hemoglobin juga mengikat oksida nitrit (NO),
serta didapatkan tempat pengikat NO
tambahan pada rantai β. Afinitas tempat kedua ini ditingkatkan oleh O2,
sehingga hemoglobin akan mengikat NO di paru dan melepaskannya di jaringan, dan menyebabkan
vasodilatas.
B.
PENGANGKUTAN
KARBON DIOKSIDA
a.
Nasib
Karbon Dioksida dalam Darah
Kelarutan
CO2 dalam darah sekitar 20 kali lebih besar daripada kelarutan O2,
sehingga pada tekanan parsial yang sama didapatkan jauh lebih banyak CO2
dibandingkan O2 dalam larutan sederhana. Sejumlah CO2
dalam sel darah merah akan bereaksi dengan gugus amino dari protein, terutama
hemoglobin, membentuk senyawa karbamino.
H H
![]() |
![]() |
![](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
![](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.gif)
![](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.gif)
H COOH
Oleh
karena hemoglobin terdeoksigenasi lebih banyak mengikat H+ dibandingkan oksihemoglobin
serta lebih mudah membentuk senyawa karbamino, terikatnya O2 pada
hemoglobin akan menurunkan afinitasnya terhadap CO2 (efek Haldane).
Sebagai akibatnya, darah vena akan mengandung lebih banyak CO2
dibandingkan darah arteri
Dalam plasma, CO2
bereaksi dengan protein plasma membentuk sejumlah kecil senyawa karbamino, dan
sebagian kecil CO2 mengalami hidrasi; namun reaksi hidrasi
berlangsung lambat karena tidak terdapatnya anhidrase karbonat.
![](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image007.gif)
![](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image008.gif)
![Oval: CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-
anhidrase
karbonat HHb H+ + Hb-](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image009.gif)
b.
Pergeseran
Klorida
Saat darah melewati
kapiler, terjadi peningkatan kandungan HCO3- didalam sel
darah merah yang jauh lebih besar dibandingkan dalam plasma, sehingga sekitar
70% HCO3- yang dibentuk sel darah merah akan memasuki
plasma. Kelebihan HCO3- yang meninggalkan sel darah merah
akan ditukar dengan Cl-. Suatu proses yang di perantarai oleh Band
3, suatu protein membrane utama.
Tabel 35-2 Nasib CO2 di dalam darah
|
Dalam plasma
1.
Terlarut
2.
Dengan protein plasma membentuk senyawa karbamino
3.
Hidrasi H+ dibufer, HCO3- di dalam
plasma
Dalam sel darah merah
1.
Terlarut
2.
Pembentukan karbamino-Hb
3.
Hidrasi, H+ dibufer, 70% HCO3-
memasuki plasma
4.
Pergeseran Cl- ke dalam sel, mosm dalam sel meningkat
|
Ringkasan
Pengangkutan Karbon Dioksida
Untuk mudahnya, pada
tabe 35-2 diringkaskan berbagai nasib yang dialami CO2 dalam plasma
dan sel darah merah. Kemampuannya untuk meningkatkan kapasitas pengangkutan CO2
oleh darah dinyatakan oleh peredaran antara garis yang menggambarkan CO2
yang larut dengan garis yang menunjukan kandungan CO2 total pada
kurva disosiasi CO2
Dari
sekitar 49 mL CO2 dalam setiap desiliter darah arteri, 2,6 mL berada
dalam bentuk larut, 2,6 mL berbentuk senyawa karbamino dan 43,8 mL berbentuk
HCO3-. Di dalam jaringan terjadi penambahan 3,7 mL CO2
per desiliter darah; 0,4 mL tinggal dalam bentuk terlarut, 0,8 mL membentuk
senyawa karbamino dan 2,5 mL membentuk HCO3-.pH darah
turun dari 7,40 mejadi 7,36. Di dalam paru-paru, prosesnya terbalik, dan 3,7 mL
CO2 dikeluarkan melalui alveoli. Melalui cara ini, pada keadaan
istirahat sekitar 200 mL CO2 per menit diangkut dari jaringan ke
paru untuk dikeluarkan. Pada waktu latihan fisik, jumlah yang diangkut jauh
lebih besar. Perlu diketahui bahwa dalam 24 jam, jumlah CO2 tersebut
setara dengan lebih dari 12.500 meq H+
C.
PERTUKARAN
GAS
a)
Gas
berpindah mengikuti penurunan gradien tekanan
Tujuan akhir bernafas
adalah secara terus menerusmenyediakan pasokan oksigen segar untuk diserap oleh
darah dan mengeluarkan karbondioksida dari darah. Darah berfungsi sebagai
sistem transportasi untuk Oksigen dan karbondioksida antara paru dan jaringan,
dengan sel jaringan mengekstrasi oksigen dari darah dan mengeliminasi
karbondioksida ke dalamnya. Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler
jaringan terjadi melalui difusi pasif sederhana oksigen dan karbondioksida
mengikuti penurunan gradien tekanan parsial. Tidak terdapat mekanisme
transportasi aktif bagi kedua gas tersebut.
Udara atmosfer normal yang kering adalah
campuran gas-gas yang mengandung sekitar 79% nitrogen dan 21% oksigen, dengan
persentasi karbondioksida, uap H2O, gas lain, dan polutan hampir dapat
diabaikan.
Gas-gas yang larut dalam cairan,
misalnya darah atau cairaan tubuh lain, juga dianggap menimbulkan tekanan
parsial. Jumlah gas yang akan larut dalam darah bergantung pada daya larut
(solubilitas) gas dalam darah dan tekanan parsial gas dalam udara alveolus
tempat darah terpajan.
Apabila, seperti pada kasus oksigen,
tekanan parsial suatu gas dalam alveolus lebih tinggi daripada tekanan parsial gas tersebut dalam
darah yang memasuki kapiler paru, tekanan parsial alveolus yang lebih tinggi
mendorong lebih banyak oksigen masuk kedalam darah. Oksigen berdifusi dari
alveolus dan larut dalam darah samapai PO2 darah setara dengan Po2
alveolus. Sebaliknya, apabila tekanan parsial suatu gas dalam alveolus lebih
rendah daripada tekanan parsialnya di darah seperti yang terjadi pada
karbondioksida. Tekanan parsial alveolus yang lebih rendah meyebabkan sebagian
karbondioksida keluar dari larutan(jadi
tidak lagi terlarut) dalam darah. Setelah keluar dari larutan, CO2
berdifusi kedalam alveolus sampai Pco2 darah setara dengan Pco2
alveolus. Perbedaan tekanan parsial antara darah paru dan udara alveolus
tersebut dikenal sebagai gradien tekanan parsial.
b)
Oksigen
masuk dan CO2 keluar dari darah di paru secara pasif mengikuti
penurunan gradien tekanan parsial.
Komposisi udara
alveolus tidak sama dengan udara atsmofer yang dihirup karena dua alasan.
Pertama, segera setelah udara atsmofer memasuki saluran pernapasan, udara
tersebut mengalami kejenuhan H2O akibat pajanan yang lembab. Uap air
juga menimbulkan tekanan persial seperti gas lain-nya. Pada suhu tubuh, tekanan
parsial uap H2O adalah 47 mmHg. Pelembaban (humidifikasi)udara yang
masuk pada dasarnya menyebabkan “pengeceran” tekanan parsial gas-gas yang masuk
sebesar 47 mmHg, karena jumlah tekanan parsial harus sama gengan tekanan
atsmofer sebesar 760 mmHg. Pada udara lembab, PH2O = 47 mmHg, Pn2
= 563 mmHg. Dan Po2 = 150 mmHg.
Kedua,
Po2 alveolus juga lebih rendah dari pada Po2 atsmofer
karena udara inspirasi agar tercampur dengan sejumlah besar udara lama yang
berada di paru dan ruang mati pada akhir ekspirasi sejumlahnya (kapasitas
residual fungsuonal). Hanya sekitar sepertujuh udara alveolus total yang
diganti oleh udara segar dari atsmofer setiap kali bernapas. Dengan demikian
pada akhirnya inspirasi, kurang dari 15% udara di alveolusyang merupakan udara
segar. Akibat humidifikasi dan rendahnya tingkat pertukaran alveolus, Po2 alveolus
rata-rata adalah 100 mmHg. Dibandingkan dengan Po2 atsmofer sebesar
160 mmHg.
Situasi
serupa dalam arah berlawanan berlaku untuk Co2. Karbon dioksida,
yang secara terus menerus diproduksi oleh jaringan tubuh sebagai produk sisa
metabolisme, secara konstan ditambahkan ke darah di tinkat kapiler sistemik. Di
kapiler paru, CO2 berdifusi mengikuti gradien tekanan parsial dari
darah ke dalam alveolus dan kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui ekspirasi.
Seperti O2, PCO2 alveolus relatif konstan sepanjang
siklus pernapasan, tetap dengan angka yang lebih rendah, yaitu 40 mmHg.
Fentilasi secara terus menerus mengganti Po2 alveolus, sehingga
tekanan tersebut relatif tingi, dan secara terus menerus mengeluarkan CO2,
sehingga Pco2 alveolus relatif rendah. Dengan demikian, gradien
tekanan parsial antara alveolus dan darah dapat dipertahankan, sehingga O2
dapat masuk ke dalam dan CO2 keluar dari darah.
Darah
yang masuk ke kapiler paru adalah vena sistematik yang dipompa ke paru melalui
arteri pulmonalis. Darah ini, yang baru kembali dari jaringan tubuh, mengandung
O2 yang relatif rendah dengan Po2 40 mmHg, dan relatif
mengandung banyak CO2. Dengan PCO2 46 mmHg. Pada saat
mengalir melalui kapiler-kapiler paru, darah ini terpajan ke udara alveolus.
Karena PO2 alveolus 100 mmHg (lebih tenggi dari pada PO2 darah
yang masuk ke paru yaitu 40 mmHg), O2 berdifusi mengikuti penurunan
gradien tekanan parsial dari alveolus ke dalam darah sampai tidak lagi terdapat
gradien. Pada saat meninggalkan kapiler paru, darah memiliki PO2 setara
dengan PO2 alveolus, yaitu 100 mmHg. Gradien tekanan parsial untuk
CO2 memiliki arah yang berlawanan. Darah yang masuk ke kepiler paru
memiliki PCO2 46 mmHg, sementara PCO2 alveolus hanya 40
mmHg. Karbondioksida berdifusi dari darah ke dalam alveolus sampai PCO2 berada dalam
keseimbangan dengan PCO2 alveolus. Dengan demikian, darah yang
meninggalkan kapiler paru memiliki PCO2 40 mmHg. Sewaktu melewati
paru, darah menyerap O2 dan menyerahkan CO2 hanya dengan
proses difusi mengikuti penurunan gradien tekanan parsial yang terdapat antara
darah dan alveolus. Setelah meninggalkan paru, darah yang sekarang memiliki PCO2
100mmHg dan PCO2 40 mmHg. Kembali ke jantung untuk kemudian dipompa
ke jaringan tubuh sebagai darah arteri sistematik
c)
Faktor
di luar gradien tekanan parsial mempengaruhi kecepatan perpindahan gas.
Menurut hukum difusi
Fick, kecepatan difusi suattu gas melintasi selembar jaringan juga bergantung
pada luas permukaan dan ketebalan membran yang harusvdilewati gas serta
koefisien difusi gas tertentu. Dalam keadaan normal, perubahan kecepatan
pertukaran gas terutama ditentukan oleh perubahan garadien tekanan persial antara
darah dan alveolus, karena pada keadaan istirahat faktor lain ini relatif
konstan.
Selama olahraga, pada saat tekanan darah
paru meningkat akibat peningkatan curah jantung, banyak kapiler yang baru
sebelumnya tertutup menjadi terbuka.
Hal ini meningkatkan
luas permukaan darah yang tersedia untuk proses pertukaran. Selain itu, selama
olahraga membran alveolus lebih teregang dari pada normal karena peningkatan
tidal volume (bernapas lebih dalam). Peregangan itu meningkatkan luas permukaan
alveolus dan menurunkan ketebalan membran alveolus. Secara kolektif,
perubahan-perubahan di atas meningkatkan pertukaran gas selama olahraga.
Keadaan patologis
sangat menurunkan luas permukaan paru dan pada gilirannya, menurunkan kecepatan
pertukaran gas.
Pertukaran gasyang tidak adekuat juga
dapat terjadi apabila ketebalan sawar yang memisahkan udara dan darah meningkat
secara patologis. Apabila ketebalan meningakat, kecepatan pertukaran gas
berkurang karena gas harus menempuh lintasan yg lebih jauh untuk berdifusi.
Ketebalan meningkat pada :
1. edema
paru
2. fibrosis
3. pneumo
d)
Pertukaran
gas melintasi kapiler sistematik juga mengikuti penurunan gradien tekanan
parsial.
Seperti kapiler paru, O2
dan CO2 berpindah antara darah kapiler sistematik dan sel
jaringan melalui proses difusi pasif mengikuti penurunan gradien tekanan
parsial.
Semakin aktif suatu jaringan melakukan
metabolisme, semakin rendah PO2 sel turun dan semakin rendah PCO2
sel meningkat. Akibat peningkatan gradie tekanan parsial darah ke sel,
lebih banyak O2 yang berdifusi dari darah ke dalam sel dan lebih
banyak CO2 yang keluar dengan arah berlawanan sampai PO2 dan
PCO2 darah mencapai keseimbangan dengan sel-sel disekitarnya. Dengan
demikian jumlah O2 yang dipindahkan ke sel dan jumlah CO2 yang
dibawa keluar sel bergantung pada tingkat metabolisme sel.
e)
Gambar
Respiratory
![](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image011.jpg)
![](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image013.jpg)
D.
TRANSPORTASI
GAS
a)
Sebagian
besar O2 dalam darah diangkat oleh hemoglobin.
Oksigen yang diserap
oleh darah di paru harus diangkut kejaringan agar dapat digunakan oleh sel-sel.
Sebaliknya CO2 yang diproduksi oleh sel-sel harus diangkut ke paru
untuk dieliminasi.
Darah dalam darah, oksigen terdapat
dalam dua bentuk: larut secara fisik dan terikat secara kimiawi ke hemoglobin.
Hemoglobin, suatu
molekul protein yang mengandung besi, memiliki kemampuan untuk, membentuk
ikatan longgar reversibel dengan O2.
Apabila tidak keterikatan dengan O2,
Hb disebut sebagai Hemoglobin tereduksi; apabila berikatan dengan O2,
Hb disebut sebagai Oksihemoglobin (HbO2).
b)
PO2
adalah faktor utama yang menentukan persen saturasi hemoglobin.
Hemoglobin
dianggap jenuh apabila semua Hb yang d mengangkut O2 secara
maksimum. Persen saturasi hemoglobin (%Hb), suatu ukuran beberapa banyak Hb
yang berikatan dengan O2 dapat bervariasi dari 0% sampai 100%.
Faktor
terpenting yang menentukan % saturasi Hb adalah PO2 darah yang pada
gilirannya berkaitan dengan kosentrasi O2 yang secara fisik larut
dalam darah. Menurut hukum aksi massa, apabila kosentrai salah satu bahan yang
terlibat dalam sebuah reaksi revelsibel meningkat, reaksi akan mengarah ke sisi
yang berlawanan. Sebaliknya, apabila kosentrasi salah satu zat bekurang ,
reaksi akan mengarah ke sisi tersebut.
c)
Dengan
bertindak sebagai depot penyimpanan, Hemoglobin mendiring transfer netto O2
dari alveolus ke darah.
Hb memang berperan penting dalam
memungkinkan perpindahan sejumlah besar O2 sebelum PO2 darah
seimbang dengan jaringan disekitarnya. Hb melakukannya dengan bertindak sebagai
“depot penyimpanan” untuk O2 menyingkirkan O2 dari
larutan segera setelah O2 memasuki darah sari alveolus. Karena hanya
O2 yang larut yang berperan meentukan PO2 . O2 yang
tersimpan di Hb tidak ikut menentukan PO2 . pada saat darah sistemik
masuk ke kapiler paru , PO2-nya jauh lebih rendah dari pada PO2
alveolus. Sehingga O2 segera ber-difusi ke dalam darah dan
meningkatkan PO2 darah.
Segera setelah PO2 meningkat, persentase Hb yang dapat meningkat O2
juga meningkat. Seperti dinyatakan dalam kurva O2 – Hb.
Akibatnya, sebagian besar O2 yang berdifusi ke dalam darah berkaitan
dengan Hb dan tidak menentukan PO2 darah.
Situasi yang
sebaliknya berlaku di tingkat jaringan, Karena PO2 darah yang masuk
ke kapiler sistemik lebih tinggi dari pada PO2 jaringan sekitarnya.
d)
Tempat
pengikatan oksigen di hemoglobin memiliki afinitas paling besar untuk karbon monoksida
dibandingkan untuk O2.
Karbon monoksida (CO) dan O2 bersaing
untuk menempati tempat pengikatan yang sama di Hb, tetapi afinita Hb terhadap
CO2 adalah 240 kali lebih kuat dibandingkan dengan kekuatan ikatan
antara Hb dan O2 ikatan CO dan Hb dikenal sebagai karboksihemoglobin
(HbCO). Karena Hb lebih cenderung berkaitan dengan CO, keberadaan CO walaupun
sedikit dapat mengikat Hb dalam jumlah yang ralatif besar, sehingga tidak
tersedia Hb untuk mengangkut O2. Walaupun kosentrasi Hb dan PO2
normal, kandungan O2 darah sangat berkurang.
Apabila CO yang ada cukup banyak, sel-sel akan mati akibat kekurangan O2 .
selain toksisitas CO, adanya HbCO menggeser kurva O2-Hb ke
kiri.
e)
Sebagian
besar CO2 diangkut di arah sebagai bikarbonat.
Sewaktu darah arteri mengalir melalui
kapiler jaringan, CO2 berdifusi cara: (1) terlarut secara fisik, (2)
terikat ke Hb, dan (3) sebagai bikarbonat,
Seperti O2 yang larut, jumlah
CO2 yang secara fisik larut dalam darah bergantung pada PCO2.
Karena dalam darah CO2 lebih larut dari pada O2. Proporsi
CO2 total dalam darah yang secara fisik larut lebih besar
dibandingkan dengan O2. Walaupun demikian, hanya 10% dari kandunagn
CO2 total darah diangkut dengan cara ini pada kadar PCO2 vena
sistemik normal.
Tiga puluh persen CO2 lainnya
berkaitan dengan Hb untuk membentuk karbomino hemoglobin (HbCO2).
Sejauh ini cara terpenting untuk
mengangkut CO2 adalah sebagai bikarbonat (HCO2), yaitu
60% CO2 diubah menjadi HCO3 oleh reaksi kimia berikut,
yang berlangsung di dalam sel darah merah :
karbonat
anhidrase
![](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image014.gif)
![](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image015.gif)
![](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image016.gif)
![](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image017.gif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar