MODEL ADAPTASI “CALLISTA ROY”
Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan oleh Suster
Callista Roy (1969). Konsep ini dikembangkan dari konsep individu dan
proses adaptasi seperti diuraikan di bawah ini.
Asumsi dasar model adaptasi Roy adalah :
1.
Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial
yang terus-menerus berinteraksi dengan lingkungan.
2.
Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk
mengatasi perubahan-perubahan biopsikososial.
3.
Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai
batas kemampuan untuk beradaptasi. Pada dasarnya manusia memberikan respon
terhadap semua rangsangan baik positif maupun negatif.
4.
Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu
dengan yang lainnya, jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
maka ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi rangsangan baik positif maupun
negatif.
5.
Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak
dapat dihindari dari kehidupan manusia.
Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima
asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang
dipandang sebagai “Holistic adaptif system”dalam segala aspek yang merupakan
satu kesatuan.
System adalah Suatu kesatuan yang di hubungkan karena
fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling
ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. System terdiri dari proses input,
autput, kontrol dan umpan balik ( Roy, 1991 ), dengan penjelasan sebagai
berikut :
1.
Input
Roy mengidentifikasi bahwa
input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi
dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan
yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.
a.
Stimulus fokal
Yaitu stimulus yang
langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi .
b.
Stimulus kontekstual
Yaitu semua stimulus lain
yang dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi
dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini
muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus
fokal seperti anemia, isolasi sosial.
c.
Stimulus residual
Yaitu ciri-ciri tambahan
yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi
meliputi kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang
lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri
pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang tidak.
2.
Kontrol
Proses kontrol seseorang
menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol
ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem.
a.
Subsistem regulator.
Subsistem regulator
mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output. Input stimulus berupa
internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau
endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal cord
yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem. Banyak proses
fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku regulator subsistem.
b.
Subsistem kognator.
Stimulus untuk subsistem
kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku output dari regulator
subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator
kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi,
penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan proses
internal dalam memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi
dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang
mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses
internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi adalah proses
pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang.
3.
Output.
Output dari suatu sistem
adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau secara subyektif dapat
dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar . Perilaku ini merupakan
umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang
adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat
meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat bila
seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan kelangsungan
hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal
adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.
Roy telah menggunakan
bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol seseorang sebagai
adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara
genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan terhadap bakteri yang
menyerang tubuh. Mekanisme yang lain yang dapat dipelajari seperti penggunaan
antiseptik untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan konsep ilmu Keperawatan
yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut Regulator dan Kognator dan
mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi.
Dalam memahami konsep model
ini, Callista Roy mengemukakan konsep keperawatan dengan model adaptasi yang
memiliki beberapa pandangan atau keyakinan serta nilai yang dimilikinya
diantaranya:
1.
Manusia sebagai makhluk biologi, psikologi dan social
yang selalu berinteraksi dengan lingkungannya.
2.
Untuk mencapai suatu homeostatis atau terintegrasi,
seseorang harus beradaptasi sesuai dengan perubahan yang terjadi.
3.
Terdapat tiga tingkatan adaptasi pada manusia yang
dikemukakan oleh roy, diantaranya:
a.
Focal stimulasi yaitu stimulus yang
langsung beradaptasi dengan seseorang dan akan mempunyai pengaruh kuat terhadap
seseorang individu.
b.
Kontekstual stimulus, merupakan
stimulus lain yang dialami seseorang, dan baik stimulus internal maupun
eksternal, yang dapat mempengaruhi, kemudian dapat dilakukan observasi, diukur
secara subjektif.
c.
Residual stimulus, merupakan
stimulus lain yang merupakan cirri tambahan yang ada atau sesuai dengan situasi
dalam proses penyesuaian dengan lingkungan yang sukar dilakukan observasi.
4.
System adaptasi memiliki 4 mode adaptasi diantaranya:
a.
Fungsi fisiologis, komponen system
adaptasi ini yang adaptasi fisiologis diantaranya oksigenasi, nutrisi,
eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan
elektrolit, fungsi neurologis dan fungsi endokrin.
b.
Konsep diri yang mempunyai
pengertian bagaimana seseorang mengenal pola-pola interaksi social dalam
berhubungan dengan orang lain.
c.
Fungsi peran merupakan proses
penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal
pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain
d.
Interdependent merupakan kemampuan
seseorang mengenal pola-pola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui
hubungan secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok.
5.
Dalam proses penyesuaian diri individu harus
meningkatkan energi agar mampu melaksanakan tujuan untuk kelangsungan
kehidupan, perkembangan, reproduksi dan keunggulan sehingga proses ini memiliki
tujuan meningkatkan respon adaptasi.
Teori adaptasi suster Callista
Roy memeandang klien sebagai suatu system adaptasi. Sesuai dengan model Roy,
tujuan dari keperawatan adalah membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap
perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan hubungan
interdependensi selama sehat dan sakit (Marriner-Tomery,1994). Kebutuhan asuhan
keperawatan muncul ketika klien tidak dapat beradaptasi terhadap kebutuhan
lingkungan internal dan eksternal. Seluruh individu harus beradaptasi terhadap
kebutuhan berikut:
1.
Pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar
2.
Pengembangan konsep diri positif
3.
Penampilan peran social
4.
Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan
ketergantungan
Perawat menetukan
kebutuhan di atas menyebabkan timbulnya masalah bagi klien dan mengkaji
bagaimana klien beradaptasi terhadap hal tersebut. Kemudian asuhan keperawatan
diberikan dengan tujuan untuk membantu klien beradaptasi.
Menurut Roy terdapat 4 objek utama dalam ilmu
keperawatan, yaitu :
1)
Manusia (individu yang mendapatkan asuhan
keperawatan)
Roy menyatakan bahwa
penerima jasa asuhan keperawatan individu, keluarga, kelompok, komunitas atau
social. Masing-masing dilakukan oleh perawat sebagai system adaptasi yang
holistic dan terbuka. System terbuka tersebut berdampak terhadap perubahan yang
konstan terhadap informasi, kejadian, energi antara system dan lingkungan.
Interaksi yang konstan antara individu dan lingkungan dicirikan oleh perubahan
internal dan eksternal. Dengan perubahan tersebut individu harus mempertahankan
intergritas dirinya, dimana setiap individu secara kontunyu beradaptasi.
Roy mengemukakan bahwa
manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai sistem adaptif, manusia dapat
digambarkan secara holistik sebagai satu kesatuan yang mempunyai input,
kontrol, out put dan proses umpan balik. Proses kontrol adalah mekanisme koping
yang dimanifestasikan dengan cara- cara adaptasi. Lebih spesifik manusia
didefenisikan sebagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan
regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara-cara adaptasi yaitu :
fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Dalam model
adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup,
terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan perubahan
lingkungan. Sebagai sistem adaptif manusia dapat digambarkan dalam istilah
karakteristik sistem, jadi manusia dilihat sebagai satu-kesatuan yang saling
berhubungan antara unit fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit
fungsional untuk beberapa tujuan. Input pada manusia sebagai suatu sistem
adaptasi adalah dengan menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan
dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus termasuk variabel standar
yang berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan.
Variabel standar ini
adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan mewakili dari
rentang stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasa
dilakukan. Proses kontrol manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah
mekanisme koping. Dua mekanisme koping yang telah diidentifikasi yaitu :
subsistem regulator dan subsistem kognator. Regulator dan kognator digambarkan
sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat efektor atau cara-cara adaptasi
yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependen.
4 fungsi mode yang dikembangkan oleh Roy terdiri dari:
a) Fisiologis.
1)
Oksigenasi: menggambarkan pola
penggunaan oksigen berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi.
2)
Nutrisi: menggambarkan pola
penggunaan nutrient untuk memperbaiki kondisi tubuh dan perkembangan.
3)
Eliminasi: menggambarkan pola
eliminasi.
4)
Aktivitas dan istirahat:
menggambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat dan tidur.
5)
Integritas kulit: menggambarkan pola
fungsi fisiologis kulit.
6)
Rasa/senses: menggambarkan fungsi
sensori perceptual berhubungan dengan panca indera
7)
Cairan dan elektrolit: menggambarkan
pola fisiologis penggunaan cairan dan elektrolit
8)
Fungsi neurologist: menggambarkan
pola control neurologist, pengaturan dan intelektual
9)
Fungsi endokrin: menggambarkan pola
control dan pengaturan termasuk respon stress dan system reproduksi
b) Konsep Diri (Psikis)
Model konsep ini
mengidentifikasi pola nilai, kepercayaan dan emosi yang berhubungan dengan ide
diri sendiri. Perhatian ditujukan pada kenyataan keadaan diri sendiri tentang
fisik, individual, dan moral-etik
c) Fungsi Peran (Sosial)
Fungsi peran
mengidentifikasi tentang pola interaksi social seseorang berhubungan dengan
orang lain akibat dari peran ganda.
d) Interdependent
Interdependen
mengidentifikasi pola nilai-nilai manusia, kehangatan, cinta dan memiliki.
Proses tersebut terjadi melalui hubungan interpersonal terhadap individu maupun
kelompok.
2)
Keperawatan;
Keperawatan adalah bentuk
pelayanan professional berupa pemenuhan kebutuhan dasar dan diberikan kepada
individu baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis dan
social agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Roy mendefinisikan bahwa
tujuan keperawatan adalah meningkatkan respon adaptasi berhubungan dengan empat
mode respon adaptasi. Perubahan internal dan eksternal dan stimulus input
tergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping seseorang atau keadaan
koping seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi
seseorang akan ditentukan oleh stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Fokal
adalah suatu respon yang diberikan secara langsung terhadap ancaman/input yang
masuk. Penggunaan fokal pada umumnya tergantung tingkat perubahan yang
berdampak terhadap seseorang. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus lain
seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat
diobservasi, diukur, dan secara subjektif disampaikan oleh individu. Stimulus
residual adalah karakteristik/riwayat dari seseorang yang ada dan timbul releva
dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara objektif.
3)
Konsep sehat;
Roy mendefinisikan sehat
sebagai suatu continuum dari meninggal sampai tingkatan tertinggi sehat. Dia
menekankan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya dan
menjadikan dirinya secara terintegrasisecara keseluruhan, fisik, mental dan
social. Integritas adaptasi individu dimanifestasikan oleh kemampuan individu
untuk memenuhi tujuan mempertahankan pertumbuhan dan reproduksi.
Sakit adalah suatu kondisi
ketidakmampuan individu untuk beradapatasi terhadap rangsangan yang berasal
dari dalam dan luar individu. Kondisi sehat dan sakit sangat individual
dipersepsikan oleh individu. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi (koping) tergantung
dari latar belakang individu tersebut dalam mengartikan dan mempersepsikan
sehat-sakit, misalnya tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, budaya dan
lain-lain.
4)
Konsep lingkungan;
Roy mendefinisikan
lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari internal dan eksternal,yang
mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dari perilaku seseorang dan
kelompok. Lingkunan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis
yang diterima individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman. Sedangkan
lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu (berupa
pengalaman, kemampuan emosioanal, kepribadian) dan proses stressor biologis
(sel maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu.manifestasi yang
tampak akan tercermin dari perilaku individu sebagai suatu respons. Dengan
pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat dalam meningkatkan
adaptasi dalam merubah dan mengurangi resiko akibat dari lingkungan sekitar.
Model adaptasi Roy
memberikan petunjuk untuk perawat dalam mengembangkan proses keperawatan.
Elemen dalam proses keperawatan menurut Roy meliputi pengkajian tahap pertama
dan kedua, diagnosa, tujuan, intervensi, dan evaluasi, langkah-langkah tersebut
sama dengan proses keperawatan secara umum.
a)
Pengkajian
Roy merekomendasikan
pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengkajian tahap I dan pengkajian
tahap II.
Pengkajian pertama
meliputi pengumpulan data tentang perilaku klien sebagai suatu system adaptif
berhubungan dengan masing-masing mode adaptasi: fisiologis, konsep diri, fungsi
peran dan ketergantungan. Oleh karena itu pengkajian pertama diartikan sebagai
pengkajian perilaku,yaitu pengkajian klien terhadap masing-masing mode adaptasi
secara sistematik dan holistik
Setelah pengkajian
pertama, perawat menganalisa pola perubahan perilaku klien tentang
ketidakefektifan respon atau respon adaptif yang memerlukan dukungan perawat.
Jika ditemukan ketidakefektifan respon (mal-adaptif), perawat melaksanakan
pengkajian tahap kedua. Pada tahap ini, perawat mengumpulkan data tentang
stimulus fokal, kontekstual dan residual yang berdampak terhadap klien. Menurut
Martinez, factor yang mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetic; jenis
kelamin, tahap perkembangan, obat-obatan, alcohol, merokok, konsep diri, fungsi
peran, ketergantungan, pola interaksi social; mekanisme koping dan gaya, strea
fisik dan emosi; budaya;dan lingkungan fisik
b)
Perumusan
diagnosa keperawatan
Roy mendefinisikan 3 metode untuk menyusun
diagnosa keperawatan:
1)
Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh
Roy dan berhubungan dengan 4 mode adaptif . dalam mengaplikasikan diagnosa ini,
diagnosa pada kasus Tn. Smith adalah “hypoxia”.
2)
Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi
dari perilaku yang tampak dan berpengaruh tehadap stimulusnya. Dengan
menggunakan metode diagnosa ini maka diagnosanya adalah “nyeri dada disebabkan
oleh kekurangan oksigen pada otot jantung berhubungan dengan cuaca lingkungan
yang panas”
3)
Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode
berhubungan dengan stimulus yang sama, yaitu berhubungan Misalnya jika seorang
petani mengalami nyeri dada, dimana ia bekerja di luar pada cuaca yang panas.
Pada kasus ini, diagnosa yang sesuai adalah “kegagalan peran berhubungan dengan
keterbatasan fisik (myocardial) untuk bekerja di cuaca yang panas”
c)
Intervensi
keperawatan
Intervensi keperawatan
adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah ataumemanipulasi stimulus fokal,
kontekstual, dan residual. Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan klien
dalam koping secara luas, supaya stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada
klien, sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.
Tujuan intervensi
keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal, dengan menggunakan koping
yang konstruktif. Tujuan jangka panjang harus dapat menggambarkan penyelesaian
masalah adaptif dan ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut
(mempertahankan, pertumbuhan, reproduksi). Tujuan jangka pendek
mengidentifikasi harapan perilaku klien setelah manipulasi stimulus fokal,
kontekstual dan residual.
d)
Implementasi
Implementasi keperawatan
direncanakan dengan tujuan merubah atau memanipulasi fokal, kontextual dan
residual stimuli dan juga memperluas kemampuan koping seseorang pada zona
adaptasi sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.
e)
Evaluasi
Penilaian
terakhir dari proses keperawatan berdasarkan tujuan keperawatan yang
ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada
perubahan perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan, yaitu terjadinya
adaptasi pada individu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar