Jumat, 16 November 2012

KONSEP LABORATORIUM SISTEM KARDIOVASKULER



            Pemeriksaan laboratorium pada penyakit jantung dan pembuluh darah adalah pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan darah dan urin rutin serta beberapa pemeriksaan laboratorium yang spesifik yang diperlukan untuk hal tersebut akan dibahas disini.
A.       Laboratorium urin
1.         Darah
Pemeriksaan darah rutin hamper selalu harus dilakukan pada setiap penderita penyakit jantung dan pembuluh darah. Pemeriksaan darah tepi seperti hemoglobin, hematokrit, jumlah lekosit dan trombosit, ureum dan gula darah, merupakan pemeriksaan rutin yang penting dan sangat efektif.

Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit darah merupakan tes utama untuk mendeteksi anemia yang dapat menyertai atau menjadi salah satu penyebab penyakit jantung.

Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit secara serial pada anak dengan kelainan jantung bawaan biru sangat penting. Bila terlihat peningkatan kadar hemoglobin dan hematokrit, ini merupakan petunjuk adanya penurunan aliran darah ke paru akibat stenosis pulmunal infundibuler yang progresif, pirau antara arteri sistemik dan paru yang tidak adekuat atau penyakit pembuluh darah paru yang progresif.

Sediaan apus darah tepi pada penderita kelainan jantung bawaan biru dengan polisitemia sekunder, memperlihatkan gambaran eritrosit yang mikrositik dan hipokrom akibat defisiensi zat besi. Terlihatnya eritrosit yang bernukleasi dan howll-jolly bodies pada sediaan apus darah tepi penderita ini, menunjukan adanya kelainan jantung bawaan yang serius dan asplenia.

Lekositosis sedang, yang berkisar antara 12.000 sampai 15.000, pada penderita dengan infark miokard akut dapat ditemukan dalam darah tepi selama 5 sampai 7 hari. Adanya lekositosis dengan eosinofilia dan absenia sel blas pada penderita dengan gagal jantung yang sulit diterangkan etiologi dapat membantu dugaan suatu endokarditis loeffler.

Laju endap darah akan meningkat pada hari kedua atau ketiga pada penderita dengan demam reumatik yang akut. Pada penderita ini pemeriksaan harus dilakukan secara serial untuk menilai aktifitas demam reumatik.

Hiperglikemia biasanya ditemukan pada penderita dengan infark miokard akut akibat stress. Sering juga ditemukan pada penderita penyakit jantung non-iskemik dengan curah jantung rendah yang kronik akibat rendahnya pengeluaran glukosa dari darah dan rendahnya peningkatan kadar insulin plasma.
2.    Urin
Pemeriksaan analisis urin rutin dilakukan untuk mendeteksi dan memantau kelainan intrinsic dari ginjal dan saluran kencing, atau perubahanya sekunder akibat penyakit lain.

Pemeriksaan yang paling bermakna untuk menilai kapasitas kemampuan kepekatan ginjal adalah osmolalitas urin. Berat jenis urin dapat memperkirakan osmolalitas tersebut bila diukur dengan alat ukur urinometer yang baik dan bila tidak ada proteinuria atau glukosuria berat. Berat jenis akan tinggi pada keadaan azotemia prerenal dan gagal jantung. Volum urin akan berkurang pada penderita gagal jantung dan poliuri akan terlihat pada setengah dari penderita pada episode takikardia supraventrikuler  yang paroksikmal.

Hematuria dapat merupakan petunjuk adanya infrak ginjal yang terjadi sekunder akibat emboli dari jantung bagian kiri atau suatu endokarditis bakterialis. Hermaturi juga dapat terjadi sekunder akibat necrotizing arteritis pada hipertensi maligme, penyakit kolagen atau obat anti koagulansia.

Proteinuria ringan atau sedang sering ditemukan pada penderita gagal jantung kongestif dan akan bertambah pada gagal jantung yang berat yang disertai dengan penurunan glumerulo filtration ret dan aliran darah ke ginjal yang nyata.

Urobilinogen dalam urin juga akan meningkatkan pada penderita gagal jantung.

Adanya selinder eritrosit dalam sedimen urin menunjukan adanya glumerulonefritis akut, lupus eritematosus, atau endokarditis bacterial. Lekosit mungkin ditemukan pada penderita dengan gagal jantung kongestif ringan.

B.       Laboratorium Spesifik
Pemeriksaan laboratorium yang spesifik ini hanya dilakukan pada penyakit jantung dan pembuluh darah tertentu sebagai penunjang dalam menegakan diagnosis.
1.         Ensim Jantung
Pemeriksaan laboratorium khusus tertentu seperti kadar ensim jantung dalam darah diperlukan untuk menegakkan diagnose infark miokard akut. Otot miokard yang mengalami kerusakan akan melepaskan beberapa ensim spesifik sehingga kadarnya dalam serum meningkat. Peningkatan kadar ensim ini juga akan ditemukan pada penderita setelah operasi jantung, kardioversielektrikal, trauma jantung atau perikarditis.
2.         Keratin fosfokinase ( creatine phosphokinase-CK )
    Pada infark miokard akut konsentrasi CK dalam serum akan meningkat 6-8 jam setelah konsep infarak, mencapai puncaknya setelah 24jam dan turun kembali ke normal dalam waktu 3-4 hari. Pemeriksaan ini tidak terlalu spesifik untuk kerusakan otot miokard karena ensim inSSSi juga terdapat dalam paru-paru, otot skelet, otak, uterus, saluran pencernaan dan kelenjar tiroid; sehingga kerusakan pada organ-organ tersebut juga akan meningkatkan kadar CK dalam darah.
3.    Insoenzim CK-MB
   Ada tiga insoenzim dari CK yang terlihat pada elektrovoresis yaitu MM, BB, dan MB. Insoenzim BB umumnya terdapat pada otak, MM pada otot skelet dan MB pada otot jantung. Insoenzim MB juga ditemukan pada usus, lidah dan otot diafragma, tetapi dalam jumlah yang kecil. Pemeriksaan insoenzim CK-MB dalam serum merupakan tes yang paling sepesifik pada nekrosis otot jantung, peningkatan konsentrasi ensim ini pasti menunjukan adanya infark miokard. CK-MB mulai meningkat dalam waktu 2-3 jam setelah onset infark, mencapai puncaknya p10-12 jam dan umumnya akan kembali ke normal dalam waktu 24 jam.
4.    Troponin T
  Troponin T jantung adalah protein myofibril dari serat otot lintang yang bersifat kardio spesifik. Pada saat terjadi kerusakan miokard akibat iskemi, troponin T dari sitoplasma yang dilepas ke dalam darah. Masa penglepasan troponin T ini berlangsung 30-90 jam dan setelah itu menurun. Dilaporkan diagnosis troponin T lebih superior dibandingkan CK-MB dan terjadinya positif palsu sangat jarang. Peningkatan pada troponin T dapat menjadi penanda kejadian koroner akut pada penderita angina pectoris tak stabil.
5.    Serum glutamic-oxaloacetic trans aminase ( SGOT )
   Ensim ini juga akan dilepaskan oleh sel otot miokard yang rusak atau mati. Konsentrasi dalam serum akan meningkat dalam 8-12 jam setelah onset infark, mencapai puncaknya pada 18-36 jam dan mulai turun kembali ke normal setelah 3-4 hari. Selain di otot jantung ensim ini juga terdapat pada hati dan otot skelet, sehingga peningkatan kadar ensim ini merupakan indicator yang lemah dalam menegakan diagnose infark miokard akut. Gagal jantung dengan bendungan pada hati atau hipoksia otot skelet sering juga disertai dengan peningkatan kadar SGOT.
6.    Lactic dehydrogenase (LDH)
          LDH hamper terdapat disemua jaringan tubuh dan kadarnya dalam serum akan meningkat pada berbagai keadaan. Pada infark miokard akut, konsentrasi akan meningkat dalam waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari setelah onset dan kembali normal setelah 8-14 hari.

LDH mempunyai 5 insoensim. Insoensim LDH 1 lebih spesifik untuk kerusakan otot jantung sedangkan LDH4 dan LDH5 untuk kerusakan hati dan otot skelet.
7.    Alpha hydroxybutyric dehydrogenase (alpha-HBDH)
   Alpha-HBDH sebenarnya bukan ensim yang spesifik untuk infark miokard. Insoensim LDH1 dan LDH2 akan bereaksi lebih besar dengan substrat alpha-hydroxy-butyrate dari pada LDH4 dan LDH5, sehingga pemeriksaan aktifitas alpha-HBDH akan dapat membedakan antara LDH1 dan LDH2 dengan LDH3 dan LDH4. Pada infark miokard aktifitas alpha-HBDH ini akan meningkat, dan ini mencerminkan adanya aktifitas LDH yang meningkat.
8.    C-reactive protein (CRP)
   CRP tidak ditemukan dalam darah orang normal, sehingga tidak ada nilai normalnya. CRP akan ditemukan pada penderita dengan demam reumatik akut dengan atau tanpa gagal jantung. Pemeriksaan ini penting untuk mengikuti perjalanan aktifitas demam reumatik. CRP juga kadang ditemukan pada serum penderita dengan infark miokard transmural.
9.    Anti streptolisin-O (ASTO)
   Streptolisin-O adalah antigen yang diproduksi oleh kuman streptokokus. Titer ASTO yang tinggi lebih dari 333 Todd unit akan ditemukan 4-6 minggu setelah infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus, dan akan kembali normal setelah 4 bulan. Pemeriksaan ini penting pada penderita dengan demam reumatik akut untuk mengetahui ada tidaknya infeksi kuman streptokokus.
10.                        Tes fungsi hati
Pada gagal jantung kanan, tingginya tekanan atrium kanan akan menyebabkan bendungan pada hati. Ini menyebabkan hipoksia parenkim hati, gangguan sekresi empedu dan gangguan sintesa protein. Pada pemeriksaan laboratorium terlihat fungsi hati terganggu, kadar bilirubun serum akan meningkat, masa protombim memanjang dan kadar transaminase serum meningkat.

11.                        System koagulasi
Penderita dengan kelainan jantung bawaan biru yang berat dengan polisitemia sekunder umumnya memperlihatkan adanya tanda-tanda hiperviskositas serta fenomena trombotik dan hemoragik. Gangguan pembekuan darah merupakan akibat sekunder dari polisitemianya, umur trombosit biasanya memendek dan terdapat gangguan dalam sistim koagulasi.

Penderita yang mendapat obat antikoagulan coumarin atau warfarin harus dikontrol dengan pemeriksaan protombin time, sedengkan penderita dengan heparin dipantau dengan pemeriksaan activated partial thromboplastin time atau clotting time untuk menentukan status pengobatan antikoagulasinya.

Consumption coagulopathy (disseminated intravascular coagulation)yang ditandai dengan meningginya kadar produk degradasi fibrinogen, trombositopenia, hipofibrinogenemia, dan meningkatnya masa protombin dapat ditemukan pada penderita dengan aneurisma aorta disekans, sepsis atau syok.

Hemolisis intravaskuler ysng persisten biasanya ditemukan pada penderita yang dipasang patch dari Teflon atau dakron, pada defek septum atau penderita dengan katup buatan. Pada sedeiaan apus darah tepinya ditemukan banyak sel arah merah yang terfragmentasi. Selain itu juga ditemukan kadar serum haptoglobin yang rendah, kadar LDH plasma yang meningkat, retikulosis, kadar besi dalam urin yang meningkat.

12.                        Kultur darah
  Pemeriksaan kultur darah dilakukan pada penderita dengan dugaan endokarditis bakterialis. Pengambilan dan preparasi darah harus baik, jangan sampai terkontaminasi dan sebaiknya diambil 2 atau 3 sampel darah dalam waktu yang berbeda pada saat demam.


13.                        Kadar digitalis dalam darah
Kadar digitalis dalam darah dapat diukur dengan teknik radioimunoesei. Untuk mendapatkan kadar digoksin yang sudah terdistribusi dengan baik, sampel darah harus diambil tidak kurang dari 6 jam setelah diberikanya digoksin peroral. Hasil penelitian konsentrasi digoksin serum pada orang dewasa dengan dosis non toksis adalah 1,4-0,7 ng/ml sedangkan pada bayi 2,1-0,7 ng/ml. dosis toksis pada orang dewasa umumnya lebih besar dari 2 ng/ml. banyak factor yang mempengaruhi sensitifitas penderita terhadap digitalis, sehingga kadar toksis dan non toksis sulit ditentukan. Karena itu gambaran klinis intoksikasi digitalis tetap hal yang paling penting.
14.                        Pemeriksaan cairan ekstravaskuler
Penimbunan cairan di rongga-rongga badan seperti efusi pleura atau pericardial dan asites dapat ditemukan pada penderita dengan gagal jantung kongesif, obstruksi vena, sirosis hepatis, gagal ginjal, proses keganasan, infeksi dan hipoproteinemia. Cairan yang tertimbun dapat berupa transudat atau eksudat.

Cairan transudat umumnya jernih dengan kadar protein yang rendah, berat jenis rendah dan osmolalitas rendah. Tidak dapat membeku dan kadar glukosa biasanya sama dengan kadar glukosa plasma. Pemeriksaan kultur cairan biasanya steril. Transudat yang lama kadang dapat member gambaran seperti eksudat.

Cairan eksudat dapat jernih atau keruh, dan dapat purulen atau hemoragik tergantung penyebab. Pada cairan ini rasio kadar protein cairan dengan protein serum lebih besar dari 0,5 dan kadar LDH cairan dan LDH serum lebih besar dari 0,6. Kadar glukosa umumnya lebih rendah dari pada kadar glukosa plasma. Biasanya terdapat lekositosisbdan pemeriksaan defernsiasi sel sangat penting untuk menentukan adanya suatu proses spesifik atau non spesifik. Ditemukanya sel tumor menunjukan adanya proses keganasan. Pada pemeriksaan kultur cairan sering ditemukan mikroorganisme.



Lain-lain :
1.      Methemoglobinemia
Methemoglobinemia terbentuk bila reduced hemoglobin teroksidasi. Dalam darah normal hanya ada 0,1-0,2 g/100ml pigmen hemoglobin yang dalam bentuk teroksidasi. Sianosis akan terlihat bila terbentuk 1,5 g/100ml methemoglobin atau 0,5 g/100ml sulfhemoglobin atau sulfmethemoglobin. Keadaan methemeglobinemia ini dapat disebabkan oleh obat-obat, antara lain nitrit, nitrat, lidokain, sodium nitroprusid dan beberapa golongan sulfonamide.
2.      Mioglobinemia
Mioglobin terdeteksi dalam sirkulasi arah dalam 2-6 jam setelah infark miokard akut, mencapai puncaknya dalam 4-6 jam dan kembali ke normal setelah 12-24 jam. Mioglobin juga terdapat pada otot skelet, sehingga kerusakan yang berat pada otot ini juga menyebabkan peningkatan konsentrasi mioglobin dalam darah.
3.      Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah salah satu dari factor resiko penyakit jantung koroner. Hamper semua kasus hiperlipoproteinemia dapat terdeteksi dengan pemeriksaan kadar kolestrol dan trigliserida dalam darah. Penderita diharuskan puasa 14 jam untuk mendapatkan hasil yang akurat.
4.      Hiperurisemia
Kadar asam urat yang tinggi sering ditemukan pada penderita hipertensi primer maupun hipertensi renal. Menurunya pengeluaran asam urat oleh ginjal merupakan akibat dari menurunya glomerular filtration rate.
5.      Kadar aktifitas rennin dalam plasma
Pemeriksaan kadar ini dilakukan untuk mencari penyebab hipertensi terutama pada orang muda. Pemeriksaan angiotensin I secara radioimunoesei dapat menentukan kadar aktifitas rennin dalam plasma secara tak langsung. Darah dari vena renalis penderita dengan penyempitan pada arteri renalis akan memperlihatkan kadar aktifitas rennin yang tinggi sampai 2 kali lipat dibandingkan dengan darah vena dari ginjal yang sehat.


6.      Hipertiroidism
Pemeriksaan kadar T3 dan T4 bebas dalam darah dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda tirotoksikosis.
7.      Laboratorium pada pemeriksaan kesehatan berkala
Pada pemeriksaan kesehatan berkala (check up) untuk aspek kardiovaskuler, perlu diperiksa darah tepi rutin, profil lipid, gula darah dan fungsi ginjal. Akhir-akhir ini ada petanda baru seperti Lp(a) yang diusulkan untuk deteksi dini orang yang dapat menderita aterosklerosisi.

Pemeriksaan non infasif pada penyakit kardiovaskuler
1.      Fonokardiografi dan mekanokardiografi
a.       Fonokardiografi
   Fonokardiografi merupakan pencatatan dari bunyi-bunyi yang dihantarkan melalui pembuluh darah besar dan jantung. Fonokardiogram biasanya dicatat bersama denganelektrokardiogram dan kurva pulsasi, alat perekamya disebut fonokardiograf, yang terdiri atas mikrofon yang ditempatkan langsung pada lokasi yang akan diperiksa. Sinyal akan dihantarkan secara elektris. Untuk registrasi pulsasi dipakai mikrofon pulsa. Sinyal yang diperoleh ditangkap pada alat pengeras suara sehingga timbul kurva.

   Sinyal yang telah diperkeras ini dihantarkan melalui suatu penyaring (filter) sehingga bunyi dengan frekuensi rendah yang energinya lebih besar daripada yang berfrekuensi tinggi dapat dihilangkan. Penyaring ini kegunaanya adalah untuk memperoleh berbagai frekuensi bunyi atau bising jantung yang dapat dicatat pada kertas pencatat. Bunyi-bunyi yang dicatat pada umumya adalah yang berfrekuansi antara 35-800 Hertz.

Sinyal pada akhirnya dapat direkam pada alat registrasi dan dapat dilihat pada alat monitor.

   Kejadian-kejadian akustik jantung dapat berupa bunyi jantung dan bising jantung. Bunyi jantung adalah pendek, akibat pemindahan darah yang mendadak dan penutupan atau pembukaan katupm sedangkan bising jantung pada umunya berlangsung lebih lama dan diakibatkan turbulensi aliran darah di dalam jantung yang melewati katup-katup jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar.
2.           Bunyi akibat penutupan katup
Bunyi-bunyi ini terjadi pada permulaan fase sistol yakni bunyi jantung I (S1) dan pada permulaan fase diastole yakni bunyi jantung II (S2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar