Pemeriksaan laboratorium pada
penyakit jantung dan pembuluh darah adalah pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis. Pemeriksaan darah dan urin rutin serta beberapa
pemeriksaan laboratorium yang spesifik yang diperlukan untuk hal tersebut akan
dibahas disini.
A.
Laboratorium
urin
1.
Darah
Pemeriksaan
darah rutin hamper selalu harus dilakukan pada setiap penderita penyakit
jantung dan pembuluh darah. Pemeriksaan darah tepi seperti hemoglobin,
hematokrit, jumlah lekosit dan trombosit, ureum dan gula darah, merupakan
pemeriksaan rutin yang penting dan sangat efektif.
Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit darah merupakan
tes utama untuk mendeteksi anemia yang dapat menyertai atau menjadi salah satu
penyebab penyakit jantung.
Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit secara serial
pada anak dengan kelainan jantung bawaan biru sangat penting. Bila terlihat
peningkatan kadar hemoglobin dan hematokrit, ini merupakan petunjuk adanya
penurunan aliran darah ke paru akibat stenosis pulmunal infundibuler yang
progresif, pirau antara arteri sistemik dan paru yang tidak adekuat atau
penyakit pembuluh darah paru yang progresif.
Sediaan apus darah tepi pada penderita kelainan
jantung bawaan biru dengan polisitemia sekunder, memperlihatkan gambaran
eritrosit yang mikrositik dan hipokrom akibat defisiensi zat besi. Terlihatnya
eritrosit yang bernukleasi dan howll-jolly bodies pada sediaan apus darah tepi
penderita ini, menunjukan adanya kelainan jantung bawaan yang serius dan
asplenia.
Lekositosis sedang, yang berkisar antara 12.000 sampai
15.000, pada penderita dengan infark miokard akut dapat ditemukan dalam darah
tepi selama 5 sampai 7 hari. Adanya lekositosis dengan eosinofilia dan absenia
sel blas pada penderita dengan gagal jantung yang sulit diterangkan etiologi
dapat membantu dugaan suatu endokarditis loeffler.
Laju endap darah akan meningkat pada hari kedua atau
ketiga pada penderita dengan demam reumatik yang akut. Pada penderita ini
pemeriksaan harus dilakukan secara serial untuk menilai aktifitas demam
reumatik.
Hiperglikemia biasanya ditemukan pada penderita dengan
infark miokard akut akibat stress. Sering juga ditemukan pada penderita
penyakit jantung non-iskemik dengan curah jantung rendah yang kronik akibat
rendahnya pengeluaran glukosa dari darah dan rendahnya peningkatan kadar
insulin plasma.
2. Urin
Pemeriksaan
analisis urin rutin dilakukan untuk mendeteksi dan memantau kelainan intrinsic
dari ginjal dan saluran kencing, atau perubahanya sekunder akibat penyakit
lain.
Pemeriksaan
yang paling bermakna untuk menilai kapasitas kemampuan kepekatan ginjal adalah
osmolalitas urin. Berat jenis urin dapat memperkirakan osmolalitas tersebut
bila diukur dengan alat ukur urinometer yang baik dan bila tidak ada
proteinuria atau glukosuria berat. Berat jenis akan tinggi pada keadaan
azotemia prerenal dan gagal jantung. Volum urin akan berkurang pada penderita
gagal jantung dan poliuri akan terlihat pada setengah dari penderita pada
episode takikardia supraventrikuler yang
paroksikmal.
Hematuria dapat merupakan petunjuk adanya infrak
ginjal yang terjadi sekunder akibat emboli dari jantung bagian kiri atau suatu
endokarditis bakterialis. Hermaturi juga dapat terjadi sekunder akibat
necrotizing arteritis pada hipertensi maligme, penyakit kolagen atau obat anti
koagulansia.
Proteinuria ringan atau sedang sering ditemukan pada
penderita gagal jantung kongestif dan akan bertambah pada gagal jantung yang
berat yang disertai dengan penurunan glumerulo filtration ret dan aliran darah
ke ginjal yang nyata.
Urobilinogen dalam urin juga akan meningkatkan pada
penderita gagal jantung.
Adanya selinder eritrosit dalam sedimen urin
menunjukan adanya glumerulonefritis akut, lupus eritematosus, atau endokarditis
bacterial. Lekosit mungkin ditemukan pada penderita dengan gagal jantung
kongestif ringan.
B.
Laboratorium Spesifik
Pemeriksaan laboratorium yang spesifik ini hanya
dilakukan pada penyakit jantung dan pembuluh darah tertentu sebagai penunjang
dalam menegakan diagnosis.
1.
Ensim
Jantung
Pemeriksaan
laboratorium khusus tertentu seperti kadar ensim jantung dalam darah diperlukan
untuk menegakkan diagnose infark miokard akut. Otot miokard yang mengalami
kerusakan akan melepaskan beberapa ensim spesifik sehingga kadarnya dalam serum
meningkat. Peningkatan kadar ensim ini juga akan ditemukan pada penderita
setelah operasi jantung, kardioversielektrikal, trauma jantung atau
perikarditis.
2.
Keratin
fosfokinase ( creatine phosphokinase-CK )
Pada infark miokard akut
konsentrasi CK dalam serum akan meningkat 6-8 jam setelah konsep infarak,
mencapai puncaknya setelah 24jam dan turun kembali ke normal dalam waktu 3-4
hari. Pemeriksaan ini tidak terlalu spesifik untuk kerusakan otot miokard karena
ensim inSSSi
juga terdapat dalam paru-paru, otot skelet, otak, uterus, saluran pencernaan
dan kelenjar tiroid; sehingga kerusakan pada organ-organ tersebut juga akan
meningkatkan kadar CK dalam darah.
3.
Insoenzim
CK-MB
Ada tiga insoenzim dari CK yang terlihat pada
elektrovoresis yaitu MM, BB, dan MB. Insoenzim BB umumnya terdapat pada otak,
MM pada otot skelet dan MB pada otot jantung. Insoenzim MB juga ditemukan pada
usus, lidah dan otot diafragma, tetapi dalam jumlah yang kecil. Pemeriksaan
insoenzim CK-MB dalam serum merupakan tes yang paling sepesifik pada nekrosis
otot jantung, peningkatan konsentrasi ensim ini pasti menunjukan adanya infark
miokard. CK-MB mulai meningkat dalam waktu 2-3 jam setelah onset infark,
mencapai puncaknya p10-12 jam dan umumnya akan kembali ke normal dalam waktu 24
jam.
4.
Troponin
T
Troponin T jantung adalah protein myofibril dari serat
otot lintang yang bersifat kardio spesifik. Pada saat terjadi kerusakan miokard
akibat iskemi, troponin T dari sitoplasma yang dilepas ke dalam darah. Masa
penglepasan troponin T ini berlangsung 30-90 jam dan setelah itu menurun.
Dilaporkan diagnosis troponin T lebih superior dibandingkan CK-MB dan
terjadinya positif palsu sangat jarang. Peningkatan pada troponin T dapat
menjadi penanda kejadian koroner akut pada penderita angina pectoris tak
stabil.
5.
Serum
glutamic-oxaloacetic trans aminase ( SGOT )
Ensim ini juga akan dilepaskan oleh sel otot miokard
yang rusak atau mati. Konsentrasi dalam serum akan meningkat dalam 8-12 jam
setelah onset infark, mencapai puncaknya pada 18-36 jam dan mulai turun kembali
ke normal setelah 3-4 hari. Selain di otot jantung ensim ini juga terdapat pada
hati dan otot skelet, sehingga peningkatan kadar ensim ini merupakan indicator
yang lemah dalam menegakan diagnose infark miokard akut. Gagal jantung dengan
bendungan pada hati atau hipoksia otot skelet sering juga disertai dengan
peningkatan kadar SGOT.
6.
Lactic
dehydrogenase (LDH)
LDH
hamper terdapat disemua jaringan tubuh dan kadarnya dalam serum akan meningkat
pada berbagai keadaan. Pada infark miokard akut, konsentrasi akan meningkat
dalam waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari setelah onset dan
kembali normal setelah 8-14 hari.
LDH mempunyai 5 insoensim. Insoensim LDH 1 lebih
spesifik untuk kerusakan otot jantung sedangkan LDH4 dan LDH5 untuk kerusakan
hati dan otot skelet.
7.
Alpha
hydroxybutyric dehydrogenase (alpha-HBDH)
Alpha-HBDH sebenarnya bukan ensim yang spesifik untuk
infark miokard. Insoensim LDH1 dan LDH2 akan bereaksi lebih besar dengan
substrat alpha-hydroxy-butyrate dari pada LDH4 dan LDH5, sehingga pemeriksaan
aktifitas alpha-HBDH akan dapat membedakan antara LDH1 dan LDH2 dengan LDH3 dan
LDH4. Pada infark miokard aktifitas alpha-HBDH ini akan meningkat, dan ini
mencerminkan adanya aktifitas LDH yang meningkat.
8.
C-reactive
protein (CRP)
CRP tidak ditemukan dalam darah orang normal, sehingga
tidak ada nilai normalnya. CRP akan ditemukan pada penderita dengan demam
reumatik akut dengan atau tanpa gagal jantung. Pemeriksaan ini penting untuk
mengikuti perjalanan aktifitas demam reumatik. CRP juga kadang ditemukan pada
serum penderita dengan infark miokard transmural.
9.
Anti
streptolisin-O (ASTO)
Streptolisin-O adalah antigen yang diproduksi oleh
kuman streptokokus. Titer ASTO yang tinggi lebih dari 333 Todd unit akan
ditemukan 4-6 minggu setelah infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus, dan
akan kembali normal setelah 4 bulan. Pemeriksaan ini penting pada penderita
dengan demam reumatik akut untuk mengetahui ada tidaknya infeksi kuman
streptokokus.
10.
Tes
fungsi hati
Pada
gagal jantung kanan, tingginya tekanan atrium kanan akan menyebabkan bendungan
pada hati. Ini menyebabkan hipoksia parenkim hati, gangguan sekresi empedu dan
gangguan sintesa protein. Pada pemeriksaan laboratorium terlihat fungsi hati
terganggu, kadar bilirubun serum akan meningkat, masa protombim memanjang dan
kadar transaminase serum meningkat.
11.
System
koagulasi
Penderita
dengan kelainan jantung bawaan biru yang berat dengan polisitemia sekunder
umumnya memperlihatkan adanya tanda-tanda hiperviskositas serta fenomena
trombotik dan hemoragik. Gangguan pembekuan darah merupakan akibat sekunder
dari polisitemianya, umur trombosit biasanya memendek dan terdapat gangguan
dalam sistim koagulasi.
Penderita yang mendapat obat antikoagulan coumarin
atau warfarin harus dikontrol dengan pemeriksaan protombin time, sedengkan
penderita dengan heparin dipantau dengan pemeriksaan activated partial
thromboplastin time atau clotting time untuk menentukan status pengobatan antikoagulasinya.
Consumption coagulopathy (disseminated intravascular
coagulation)yang ditandai dengan meningginya kadar produk degradasi fibrinogen,
trombositopenia, hipofibrinogenemia, dan meningkatnya masa protombin dapat
ditemukan pada penderita dengan aneurisma aorta disekans, sepsis atau syok.
Hemolisis intravaskuler ysng persisten biasanya
ditemukan pada penderita yang dipasang patch dari Teflon atau dakron, pada
defek septum atau penderita dengan katup buatan. Pada sedeiaan apus darah
tepinya ditemukan banyak sel arah merah yang terfragmentasi. Selain itu juga
ditemukan kadar serum haptoglobin yang rendah, kadar LDH plasma yang meningkat,
retikulosis, kadar besi dalam urin yang meningkat.
12.
Kultur
darah
Pemeriksaan kultur darah dilakukan pada penderita
dengan dugaan endokarditis bakterialis. Pengambilan dan preparasi darah harus
baik, jangan sampai terkontaminasi dan sebaiknya diambil 2 atau 3 sampel darah
dalam waktu yang berbeda pada saat demam.
13.
Kadar
digitalis dalam darah
Kadar
digitalis dalam darah dapat diukur dengan teknik radioimunoesei. Untuk
mendapatkan kadar digoksin yang sudah terdistribusi dengan baik, sampel darah
harus diambil tidak kurang dari 6 jam setelah diberikanya digoksin peroral.
Hasil penelitian konsentrasi digoksin serum pada orang dewasa dengan dosis non
toksis adalah 1,4-0,7 ng/ml sedangkan pada bayi 2,1-0,7 ng/ml. dosis toksis
pada orang dewasa umumnya lebih besar dari 2 ng/ml. banyak factor yang
mempengaruhi sensitifitas penderita terhadap digitalis, sehingga kadar toksis
dan non toksis sulit ditentukan. Karena itu gambaran klinis intoksikasi
digitalis tetap hal yang paling penting.
14.
Pemeriksaan
cairan ekstravaskuler
Penimbunan
cairan di rongga-rongga badan seperti efusi pleura atau pericardial dan asites
dapat ditemukan pada penderita dengan gagal jantung kongesif, obstruksi vena,
sirosis hepatis, gagal ginjal, proses keganasan, infeksi dan hipoproteinemia.
Cairan yang tertimbun dapat berupa transudat atau eksudat.
Cairan transudat umumnya jernih dengan kadar protein
yang rendah, berat jenis rendah dan osmolalitas rendah. Tidak dapat membeku dan
kadar glukosa biasanya sama dengan kadar glukosa plasma. Pemeriksaan kultur
cairan biasanya steril. Transudat yang lama kadang dapat member gambaran
seperti eksudat.
Cairan eksudat dapat jernih atau keruh, dan dapat
purulen atau hemoragik tergantung penyebab. Pada cairan ini rasio kadar protein
cairan dengan protein serum lebih besar dari 0,5 dan kadar LDH cairan dan LDH
serum lebih besar dari 0,6. Kadar glukosa umumnya lebih rendah dari pada kadar
glukosa plasma. Biasanya terdapat lekositosisbdan pemeriksaan defernsiasi sel
sangat penting untuk menentukan adanya suatu proses spesifik atau non spesifik.
Ditemukanya sel tumor menunjukan adanya proses keganasan. Pada pemeriksaan
kultur cairan sering ditemukan mikroorganisme.
Lain-lain :
1.
Methemoglobinemia
Methemoglobinemia
terbentuk bila reduced hemoglobin teroksidasi. Dalam darah normal hanya ada
0,1-0,2 g/100ml pigmen hemoglobin yang dalam bentuk teroksidasi. Sianosis akan
terlihat bila terbentuk 1,5 g/100ml methemoglobin atau 0,5 g/100ml
sulfhemoglobin atau sulfmethemoglobin. Keadaan methemeglobinemia ini dapat
disebabkan oleh obat-obat, antara lain nitrit, nitrat, lidokain, sodium
nitroprusid dan beberapa golongan sulfonamide.
2.
Mioglobinemia
Mioglobin
terdeteksi dalam sirkulasi arah dalam 2-6 jam setelah infark miokard akut,
mencapai puncaknya dalam 4-6 jam dan kembali ke normal setelah 12-24 jam.
Mioglobin juga terdapat pada otot skelet, sehingga kerusakan yang berat pada
otot ini juga menyebabkan peningkatan konsentrasi mioglobin dalam darah.
3.
Hiperlipidemia
Hiperlipidemia
adalah salah satu dari factor resiko penyakit jantung koroner. Hamper semua
kasus hiperlipoproteinemia dapat terdeteksi dengan pemeriksaan kadar kolestrol
dan trigliserida dalam darah. Penderita diharuskan puasa 14 jam untuk
mendapatkan hasil yang akurat.
4.
Hiperurisemia
Kadar
asam urat yang tinggi sering ditemukan pada penderita hipertensi primer maupun
hipertensi renal. Menurunya pengeluaran asam urat oleh ginjal merupakan akibat
dari menurunya glomerular filtration rate.
5.
Kadar
aktifitas rennin dalam plasma
Pemeriksaan
kadar ini dilakukan untuk mencari penyebab hipertensi terutama pada orang muda.
Pemeriksaan angiotensin I secara radioimunoesei dapat menentukan kadar aktifitas
rennin dalam plasma secara tak langsung. Darah dari vena renalis penderita
dengan penyempitan pada arteri renalis akan memperlihatkan kadar aktifitas
rennin yang tinggi sampai 2 kali lipat dibandingkan dengan darah vena dari
ginjal yang sehat.
6.
Hipertiroidism
Pemeriksaan
kadar T3 dan T4 bebas dalam darah dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda
tirotoksikosis.
7.
Laboratorium
pada pemeriksaan kesehatan berkala
Pada
pemeriksaan kesehatan berkala (check up) untuk aspek kardiovaskuler, perlu
diperiksa darah tepi rutin, profil lipid, gula darah dan fungsi ginjal.
Akhir-akhir ini ada petanda baru seperti Lp(a) yang diusulkan untuk deteksi
dini orang yang dapat menderita aterosklerosisi.
Pemeriksaan
non infasif pada penyakit kardiovaskuler
1.
Fonokardiografi
dan mekanokardiografi
a. Fonokardiografi
Fonokardiografi merupakan
pencatatan dari bunyi-bunyi yang dihantarkan melalui pembuluh darah besar dan
jantung. Fonokardiogram biasanya dicatat bersama denganelektrokardiogram dan
kurva pulsasi, alat perekamya disebut fonokardiograf, yang terdiri atas
mikrofon yang ditempatkan langsung pada lokasi yang akan diperiksa. Sinyal akan
dihantarkan secara elektris. Untuk registrasi pulsasi dipakai mikrofon pulsa.
Sinyal yang diperoleh ditangkap pada alat pengeras suara sehingga timbul kurva.
Sinyal yang telah diperkeras
ini dihantarkan melalui suatu penyaring (filter) sehingga bunyi dengan
frekuensi rendah yang energinya lebih besar daripada yang berfrekuensi tinggi
dapat dihilangkan. Penyaring ini kegunaanya adalah untuk memperoleh berbagai
frekuensi bunyi atau bising jantung yang dapat dicatat pada kertas pencatat.
Bunyi-bunyi yang dicatat pada umumya adalah yang berfrekuansi antara 35-800
Hertz.
Sinyal pada akhirnya dapat direkam pada alat
registrasi dan dapat dilihat pada alat monitor.
Kejadian-kejadian akustik
jantung dapat berupa bunyi jantung dan bising jantung. Bunyi jantung adalah
pendek, akibat pemindahan darah yang mendadak dan penutupan atau pembukaan
katupm sedangkan bising jantung pada umunya berlangsung lebih lama dan
diakibatkan turbulensi aliran darah di dalam jantung yang melewati katup-katup
jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar.
2.
Bunyi
akibat penutupan katup
Bunyi-bunyi ini terjadi pada permulaan fase sistol
yakni bunyi jantung I (S1) dan pada permulaan fase diastole yakni bunyi jantung
II (S2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar